Bekasi – Meski pendirian serikat pekerja merupakan hak dasar buruh sesuai Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, namun dalam perjalanannya pendirian organisasi itu tidak mudah. Sejumlah rintangan menghadang, mulai dari luar atau dalam perusahaan di mana buruh bekerja.
Konsolidasi buruh (foto : Danial Indrakusuma – CC-BY-SA-3.0) |
Dalam pembentukannya, ada beberapa langkah yang harus dipahami oleh buruh. Solidaritas.net mencoba mengulas langkah-langkah mendirikan serikat berdasarkan pengalaman buruh.
Menurut salah seorang pengurus serikat di salah satu perusahaan di Bekasi, langkah awal yang ia lakukan yaitu melakukan konsolidasi bersama buruh lainnya yang menginginkan adanya serikat.
Baginya, konsolidasi bukanlah persoalan mudah karena masih banyak buruh yang ragu untuk membentuk serikat baru. Meskipun begitu, mereka berhasil membentuk kepanitiaan untuk membuat berita acara, menyusun struktur kepengurusan hingga menyusun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagai persyaratan yang harus dilampirkan saat pencatatan serikat pekerja di dinas terkait.
Selanjutnya, melakukan pencatatan di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi dengan jumlah anggota berkisar 42 orang dan telah memenuhi syarat pembentukan serikat pekerja sebagaimana dijelaskan pasal 5 ayat (2) bahwa serikat pekerja/buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 orang pekerja/buruh.
Dinas terkait akan memberikan nomor bukti pencatatan serikat selambat-lambatnya 21 hari kerja terhitung sejak tanggal pemberitahuan diterima. Setelah pengambilan pencatatan, pengurus serikat memberitahukan kepada pihak perusahaan maupun anggota mengenai keberadaan serikat.
Walaupun sudah memenuhi prosedur hukum, terbentuknya serikat baru itu masih mendapat intimidasi dari serikat buruh yang telah lebih dahulu berdiri di perusahaan. Serikat buruh yang lama tersebut mendata ulang anggotanya bahkan memaksa anggota serikat tersebut untuk membuat pernyataan akan taat dan patuh terhadap instruksi organisasi.
Pembentukan serikat baru tidak terlepas dari rasa tidak puas buruh terhadap kinerja serikat buruh yang lama. Fungsi serikat memang tidak selalu berjalan baik, meskipun Pasal 27 UU Serikat Pekerja/Buruh mewajibkan organisasi buruh melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya, serta; mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
“Ketua pimpinan unit kerja (PUK) tidak tersinggung ketika anggotanya dikenai surat peringatan (SP), malah menyarankan anggota tersebut untuk mengambil pesangon. Pengurus juga sering keluar kantor untuk urusan PUK di perusahaan lain namun menggunakan uang PUK di perusahaan tempat kami bekerja, pengelolaan keuangan serikat itu memang tidak transparan,” tutur salah seorang buruh kepada Solidaritas.net, Selasa (10/1/2017)
Hal yang sama dilakukan buruh di PT Nanbu Plastics Indonesia saat pembentukan serikat. Perbedaannya, di perusahaan itu sebagian anggota FSPMI menyatakan keluar dan membentuk serikat baru.
Sedangkan di PT Nanbu Plastics Indonesia seluruh anggota membubarkan FSPMI sebagai serikat satu-satunya di perusahaan itu dan membentuk Serikat Buruh Bumi Manusia (Sebumi) sebagai serikat baru yang diyakini dapat lebih baik dalam memperjuangkan hak buruh.
Pengunduran diri dilakukan melalui musyawarah unit kerja luar biasa (Musniklub). Seusai Musniklub, seluruh anggota membuat pernyataan pengunduran diri yang ditujukan kepada pimpinan cabang FSPMI Kabupaten Bekasi lalu diikuti dengan pencabutan pencatatan FSPMI PT Nanbu di Disnaker Kabupaten Bekasi.
Mengenai pengunduran diri, hal itu harus dilakukan oleh setiap buruh yang ingin bergabung atau membentuk serikat pekerja/buruh yang baru. Pasal 14 UU Serikat Pekerja/Buruh tidak membolehkan buruh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/buruh di satu perusahaan.
Alasan FSPMI PT Nanbu Plastics Indonesia dibubarkan adalah buruh ingin mengembangkan diri dalam berorganisasi, membutuhkan serikat baru yang mandiri, lugas, transparan dan demokratis. Buruh juga tidak ingin bergabung dengan serikat yang dinilai pro terhadap militerisme, mengacu pada dukungan FSPMI terhadap Prabowo Subianto pada Pilpres 2014 lalu.
Alasan lain, FSPMI tidak memberikan pendidikan kepada anggotanya secara gratis dan membatasi anggotanya untuk belajar atau mengikuti pendidikan yang dilaksanakan oleh organisasi dan instansi tertentu.
FSPMI juga dinilai tidak demokratis karena masih ada pimpinan serikat yang menolak kerja-kerja organisasi, pekerjaan tersebut hanya diserahkan kepada anggota. Lebih lanjut, buruh menginginkan perjuangan yang konsisten terhadap penghapusan sistem kerja kontrak, outsourcing dan magang sebagai salah satu bentuk ketidakpastian bagi nasib buruh.
“Saya ingin mengembangkan diri. Serikat lama tidak serius dalam memperjuangkan hak buruh,” tutur salah seorang buruh yang enggan disebutkan namanya
Nama Sebumi sendiri terinspirasi dari Kelompok Baca Bumi Manusia (KBBM), kelompok belajar yang coba mengkaji buku Bumi Manusia dan beberapa buku lainnya karya Pramoedya Ananta Toer.