
Solidaritas.net | Siak – Ratusan buruh harian lepas yang jasanya digunakan oleh PT. PTPN V mendadak diberhentikan oleh perusahaan tanpa alasan yang jelas. Ratusan buruh tersebut tidak dikontrak secara tertulis oleh PT. PTPN V yang berada di Kabupaten Siak. Pemberhentian para buruh harian lepas yang terjadi tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya, membuat ratusan buruh itu merasa kecewa atas sikap perusahaan negara tersebut.
Seorang buruh harian lepas mengatakan bahwa pada saat musim tanam, PT. PTPN V, merayu para buruh yang tinggal di wilayah Kabupaten Siak untuk menjadi buruh harian lepas di PT.PTPN V, namun pada saat masa tanam selesai perusahaan langsung memberhentikan para buruh tanpa adanya pemberitahuan. Para buruh ini mengaku kehilangan pekerjaan tanpa kejelasan sehingga nasibnya menjadi terkatung-katung.
Sikap dan perlakuan PT. PTPN V yang membuat para buruh menderita ini mengundang empati Camat setempat, yang juga mempertanyakan nasib para buruh harian lepas. Camat tersebut menghimbau pada PT. PTPN V untuk memberikan kejelasan tentang nasib para buruh tersebut, atau, paling tidak memberitahukan pokok permasalahan pemberhentian para buruh tersebut agar mereka tidak lagi bertanya-tanya apakah tenaga mereka masih dipergunakan atau tidak. Camat di wilayah Siak tersebut meminta perusahaan PT.PTPN V untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan itikad baik.
PT. PTPN V pun menjawab himbauan Camat tersebut dengan pernyataan bahwa antara perusahaan PT.PTPN V dengan para buruh harian lepas tersebut tidak ada ikatan apapun–seperti kontrak kerja–sehingga, setelah tugas para buruh selesai, tidak ada ikatan lagi antara perusahaan dengan para buruh. Mengenai tidak adanya pemberitahuan tentang pemberhentian sebelumnya, pihak PT. PTPN V menyatakan akan segera menuntaskan masalah tersebut.
Ditegaskan dalam Keputusan Menteri nomor Kep.100/MEN/VI/2004 pada pasal 10 ayat (1), bahwa perjanjian kerja harian lepas dapat dilakukan terhadap jenis pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume dengan ketentuan sesuai ayat (3) jika buruh telah bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut maka buruh tersebut wajib diangkat menjadi PKWTT. Pada pasal 12 ayat (1) juga telah ditegaskan bahwa pengusaha yang mempekerjakan buruh harian lepas wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para buruh.
Camat setempat pun berpendapat bahwa, pada buruh harian lepas yang telah bekerja lebih dari 3 bulan di PT. PTPN V, seharusnya terdapat kontrak kerja antara buruh dengan PT. PTPN V agar nasib ratusan buruh tersebut mendapat kejelasan, karena akan berdampak buruk pada kehidupan anak-istri para buruh yang kehilangan pekerjaan.
Berdasarkan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku di atas, ratusan buruh harian lepas tersebut, seharusnya beralih hubungan kerjanya dari perjanjian kerja harian lepas menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau buruh tetap. Di dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sendiri telah ditentukan dalam pasal 57 ayat (1) yang menyatakan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu, termasuk perjanjian kerja harian lepas, wajib dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan jika perjanjian kerja waktu tertentu tidak dibuat secara tertulis maka demi hukum berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Kejadian ini menjadi preseden buruk dalam penegakkan peraturan ketenagakerjaan di negeri ini, dimana justru di perusahaan-perusahaan milik negara sendiri, terjadi banyak pelanggaran aturan ketenagakerjaan. Seperti halnya kasus penggunaan tenaga kerja outsourcing (alih daya) yang melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan di BUMN-BUMN yang ada di Indonesia. Kaum buruh di Indonesia hingga hari ini dihadapkan pada fakta bahwa penegakkan aturan ketenagakerjaan hanya dapat diperjuangkan oleh kaum buruh sendiri melalui organisasi serikat buruh.
Editor : Andri Yunarko