Di Pabrik Garmen, Pengusaha Outsourcingkan Buruh Jahit

Pertanyaan:

“Saya bekerja di pabrik garment bagian Sewing, tetapi dari perusahaan penyalur dan setiap bulan upah saya dibayarkan oleh perusahaan penyalur. Apakah hal ini diperbolehkan dalam UU Ketenagakerjaan ?” ~ (Susi D –  Solo)

Jawaban:

hapus outsourcing
Kredit: Antaranews.com

Kasus dalam pertanyaan diatas adalah pelanggaran ketenagakerjaan yang sering dijumpai dalam praktek perburuhan di Indonesia, terutama sejak sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, atau lebih dikenal dikalangan kaum buruh sebagai sistem kerja outsourcing, dilegalkan melalui UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (Baca lainnya: Apa Artinya Upah Sektoral?)

Dalam aturan ketenagakerjaan, ada dua macam penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Dalam kasus diatas adalah penyediaan jasa pekerja/buruh, seperti apa yang disebutkan diatas sebagai perusahaan penyalur.

Sistem ini dilegalkan oleh UU no.13 tahun 2003 pasal 64 yang menyebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Berikutnya ditentukan dalam pasal 66 ayat (1) untuk penyediaan jasa pekerja/buruh, bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. (Baca juga: Apa Saja Syarat Penangguhan Upah? Buruh Harus Waspada!)

Dalam penjelasan tentang pasal 66 ayat (1) ini disebutkan bahwa dalam kegiatan pokok atau yang berhubungan langsung dengan proses produksi hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu. Dan yang dimaksud dengan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan diluar usaha pokok (core business) suatu perusahaan, antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

(Baca selanjutnya di halaman 2)

Ketentuan diatas juga ditegaskan kembali melalui Permenakertrans no.19 tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagaian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain pada pasal 17. Dimana lebih lanjut dalam peraturan menteri ini juga diatur tentang bentuk dan syarat-syarat hubungan kerja antara perusahaan pemberi kerja, perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang bersangkutan.

Sehingga dalam kasus diatas dimana pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ditempatkan dalam kegiatan utama proses produksi dinyatakan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 66 ayat (4) terhadap pelanggaran diatas, maka demi hukum, status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi kerja.

Secara sosiologis, buruh perempuan lebih mudah ditindas daripada buruh laki-laki karena konstruksi (bangunan) masyarakat yang memandang perempuan sebagai warga kelas dua. Perempuan diharus menjadi makhluk lemah dan penurut. Pabrik garmen menggunakan pekerja perempuan bukan saja karena memandang membuat pakaian (jahit) sebagai pekerjaan perempuan, tapi agar lebih banyak keuntungan yang bisa diambil dari kerja keras buruh perempuan.

Buruh, baik itu perseorangan, kelompok maupun melalui serikat buruh dapat mengadukan persoalan ini, dengan membuat pengaduan tertulis ke bidang pengawas ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja setempat, untuk selanjutnya menuntut perubahan status menjadi hubungan kerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu (permanen/kartap) dengan perusahaan pemberi kerja.

Baca selanjutnya di halaman 3)

Namun perlu diwaspadai serangan balik pengusaha dengan jalan menawarkan kompensasi pesangon, maupun hubungan kerja dengan perjanjian waktu tertentu (kontrak) terhadap buruh yang menuntut pelanggaran ini, sehingga kemudian dapat digantikan dengan buruh baru yang tidak melawan atau tidak berserikat. Hal ini ditemukan dalam kasus grebek pabrik yang marak di Bekasi pada tahun 2012, dimana pengusaha menawarkan kontrak jangka pendek maupun kompensasi pesangon.

Catatan :

A. UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(3)  Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4)  Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

B. Penjelasan UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 66

Ayat (1)

Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.

Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

C. Permenakertrans no. 19 tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagaian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain

Pasal 17

(1) Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan
proses produksi.

(3) Kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
c. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh

 

Tinggalkan Balasan