
Seorang direktur PT Bank Perkreditan Rakyat Nusantara Bona Pasungit 13 (PT BPR NBP 13) diberhentikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) karena dianggap telah membuat perusahaan mengalami kerugian. Direktur yang bernama Eddy Suyanto Ginting tersebut menerima upah sebesar 6,7 juta rupiah per bulan. Edy Suyanto tidak dapat menerima keputusan perusahaan yang berkedudukan di Jl. KH Zainul Arifin no.13 Stabat – Kabupaten Langkat ini karena merasa telah bekerja dengan baik, serta berperan dalam kemajuan perusahaan sejak didirikan pada Maret 2000.
Keputusan PHK sepihak ini membuat Edy Suyanto mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan dengan tuntutan pembayaran hak akibat PHK sesuai UU Ketenagakerjaan. Dalam persidangan, PT BPR NBP 13 membantah gugatan Edy Suyanto dengan menyatakan bahwa perusahaan telah membayar uang pesangon kepada Edy sebesar 6 bulan upah melalui rekening pribadi Edy Suyanto.
Setelah memeriksa perkara, Majelis Hakim PHI Medan dalam putusan nomor 41/G/2012/PHI.Mdn tertanggal 31 Oktober 2012, mengabulkan sebagian gugatan Edy Suyanto. PHI Medan menghukum PT BPR NBP 13 untuk membayar pengganti perumahan dan biaya perobatan sesuai ketentuan pasal 162 ayat (1) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan senilai 13,1 juta rupiah.
Merasa keberatan dengan putusan PHI Medan, Edy Suyanto mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dan meminta pembatalan putusan PHI Medan karena ia menganggap bahwa PHI Medan telah salah dalam menerapkan hukum dengan menganggap dirinya telah mengundurkan diri sehingga hanya menghukum PT BPR NBP 13 sesuai pasal 162 ayat (1) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Namun Mahkamah Agung melalui putusan nomor 592 K/Pdt.Sus-PHI/2013 tertanggal 24 Desember 2013 justru menyatakan bahwa kewenangan untuk mengadili perkara tersebut tidak ada pada PHI Medan. Mahkamah Agung bependapat Edy Suyanto Ginting selaku direktur adalah jabatan yang mewakili perusahaan dan bertanggung jawab melaksanakan usaha.
Pemberhentian Edy Suyanto Ginting melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bukanlah merupakan sebuah perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU no 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, melainkan sengketa perdata biasa. Putusan Mahkamah Agung tersebut sekaligus membatalkan putusan yang dikeluarkan oleh PHI Medan terhadap perkara ini.
Sumber website Mahkamah Agung: http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/a1e81a1072d23b6e4f33a639ef34b956
Editor: Andri Yunarko