
Solidaritas.net, Lumajang – Kapolda Jawa Timur, Irjen Anton Setiadji mengatakan, dua anggota polisi Lumajang diperiksa oleh Propam Polda Jawa Timur. Keduanya diduga terlibat dalam penambangan ilegal yang dikelola Kepala Desa (Kades) Kades Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Hariyono.
“Ada dua anggota yang diperiksa, satu anggota Polsek dan satu Polres,” ujar Anton dilansir dari Tribunnews.com, Jumat (2/10/2015).
Anton tidak menyebutkan identitas kedua orang anggota Polri itu. Ia hanya menyebutkan salah seorangnya adalah perwira. Pemeriksaan itu sendiri dilakukan untuk membuktikan apakah keduanya terlibat dalam penambangan ilegal. Juga untuk membuktikan apakah mereka menerima uang dari Kades Hariyono.
“Kalau memang iya, berapa jumlahnya. Itu kan perlu diselidiki untuk mencari kebenarannya,” imbuhnya.
Berbeda dengan Anton, komisi III DPR RI, Akbar Faisal, justru menyebutnya secara gamblang di sebuah forum bersama Bupati Lumajang dan Kapolda Jatim. Ia menyebut nama seorang anggota Polsek Pasirian yang ditengarai membantu Kades Hariyono demi kelancaran operasional penambangan pasir ilegal. Mereka adalah Bripka Sigit Pramono dan Babinkamtibmas Desa Selok Awar-Awar.
Sedangkan Manajer Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Ki Bagus Hadikusumo, memang menduga bahwa penambangan liar yang selama ini dilakukan Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono, dibekingi oleh sejumlah pihak, salah satunya adalah kepolisian Resor Lumajang.
Kepolisian Resor Lumajang diduga melindungi Hariyono karena tampak dari lambannya merespon ancaman pembunuhan terhadap warga penolak tambang, termasuk laporan dari Salim Kancil dan Tosan.
“Bukan tidak mungkin ada beking kuat di belakang kepala desa itu dari aparat kepolisian. Indikasi lain tampak dari turun tangannya Kompolnas dan Divisi Propam untuk mengusut dugaan keterlibatan aparat keamanan,” kata dia dilansir dari tempo.co.
Beberapa pihak lainnya yang juga ia curigai adalah Pemerintah Kabupaten Lumajang. Menurut dia, pemerintah kabupaten berandil besar karena membiarkan Hariyono melakukan aktivitas penambangan selama bertahun-tahun. Selain itu, PT Indo Modern Mining Sejahtera (PT IMMS) juga dicurigai. Dugaan ini muncul karena PT IMMS merupakan perusahaan bermasalah yang memegang konsesi penambangan pasir besi terbesar di Lumajang. Perusahaan ini memiliki dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas hampir 4.500 hektare.
“Dugaan kami begitu karena lokasi penambangan berada di lahan konsesi PT IMMS sekaligus PT Perhutani,” ujarnya.