Dituduh Rakit Bom, Ayah Ahmed: Itu Karena Namanya Mohamed

Ahmed Mohamed yang dituduh rakit bom
Ahmed Mohamed dan ayahnya, Mohamed Elhassan. Foto: jihadwatch.org.

Solidaritas.net – Kisah penangkapan remaja umur 14 tahun di Irving, Texas, Amerika Serikat karena dituduh merakit bom oleh gurunya, membuktikan bahwa Islamphobia benar-benar sangat melekat di benak sebagian warga negeri Paman Sam itu. Padahal, remaja bernama Ahmed Mohamed itu hanya membawa jam digital rakitan kreasinya yang akan ditunjukkan pada guru teknologinya. Namun, tiba-tiba jam itu berdering saat mata pelajaran Bahasa Inggris berlangsung, dan gurunya langsung melaporkan kepada pihak kepolisian setempat.

Tak heran jika ayah Ahmed, Mohamed Elhassan, merasa sangat kecewa. Pria asal Sudan itu mengatakan sebenarnya putranya tersebut hanya ingin membuat sesuatu yang bagus.

“Namun karena namanya Mohamed dan karena kejadian 11 September, putra saya mendapatkan perlakuan tak layak,” kata Mohamed mengungkapkan rasa kekecewaannya di hadapan wartawan di Texas, AS, seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (18/9/2015).

Dewan Hubungan Amerika-Islam pun membenarkan pernyataan ayah Ahmed itu. Menurut salah seorang anggota dewan setempat Alia Salem, kecurigaan Mohamed itu mungkin tepat.

“Saya rasa ini tidak akan dipertanyakan bila namanya bukan Ahmed Mohamed,” katanya.

Karena kejadian tersebut, Ahmed pun mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat di berbagai negara. Di internet, dukungan baginya pun berserak, termasuk dengan munculnya tagar #IStandWithAhmed sebagai bentuk solidaritas besar-besaran di media sosial Twitter.

Setelah tagar itu sempat pertama kali dikicaukan oleh akun @JesseSingal, milik jurnalis NYMag, Jesse Singal, seperti disebut Topsy, akun @s_abuhandara pun kemudian mulai mengkampanyekannya, hingga diikuti oleh ratusan ribu pengguna akun Twitter lainnya. Belakangan, akun itu diketahui milik Amneh Jafari, mahasiswi Psikologi di University of Texas Arlington (UTA). Dia sendiri merupakan mantan presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim UTA, sehingga dipastikan sangat akrab dengan diskusi-diskusi bertopik diskriminasi agama.

“Saya rasa kata-kata (tagar dan kicauan) harus punya makna yang lebih kuat. (Pembelaan) tidak hanya dilakukan untuk Ahmed, tetapi juga untuk membela orang lain, yang telah mendapat diskriminasi lantaran agama mereka, ras, hanya karena nama mereka,” kata Amneh pula dilansir oleh BBC, seperti dikutip oleh Solidaritas.net dari situs Beritagar.id.

Tinggalkan Balasan