Dua Aktivis Buruh Divonis Tiga Bulan Penjara, Ini Kejanggalannya

Solidaritas.net, Gresik – Dua orang aktivis buruh dari Federasi Serikat Perjuangan Buruh Independen (FSPBI), Abdul Hakam dan Agus Budiono divonis tiga bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik, Senin (9/12) lalu. Hakim Ketua, Harto Pancono, SH, MH, memutus bersalah Abdul dan Agus atas dakwaan KUHP pasal 335 ayat (1) tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pasal 55 ayat (1) tentang orang yang menghasut terjadinya tindak pidana.

Sementara, UU No. 13 Tahun 2003, UU No. 21 Tahun 2000 dan UU No. 2 Tahun 2004 tidak digunakan sama sekali dalam penyelesaian kasus yang sebenarnya adalah kasus perselisihan hubungan industrial. Jika pengusaha yang melakukan pelanggaran, maka kasusnya dibawa ke lex specialis ketenagakerjaan, tapi jika buruh yang didakwa, maka menggunakan pidana dan perdata murni.

FSPBI yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) ini tidak menerima vonis tersebut dan berencana akan melakukan banding. Di dalam pledoi dan berbagai statemen, terlapor menilai Majelis Hakim tidak bersikap netral dan ada empat kejanggalan dalam kasus ini.

  1. Proses pelaporan terjadi sangat cepat. Dalam waktu tujuh hari, polisi sudah selesai memproses laporan pihak pengusaha dan siap diajukan ke muka pengadilan. Sangat berbeda dengan pelaporan anggota FSPBI PT Petrokimia Gresik tentang perampasan Kartu Izin Bekerja (KIB) oleh sekelompok preman. Polisi tidak langsung menanggapi dan prosesnya memakan waktu berbulan-bulan sampai saat ini.
  2. Pihak pelapor, Anang Hadi Purwanto, mengajukan kesaksian dari beberapa orang yang sudah tidak menjadi anggota FSPBI, yang memberikan keterangan bahwa FSPBI mengucilkan dan tidak membela buruh yang tidak mengikuti demonstrasi. Anang Hadi juga bukan “korban”, jadi tidak memiliki hak untuk melaporkan kasus yang masuknya delik aduan tersebut. Kemudian, saksi yang diajukan oleh Anang ini juga telah mendirikan serikat pekerja tandingan yang disetujui oleh pihak perusahaan. Sementara, jika ada buruh yang ingin bergabung dengan FSPBI, diancam PHK tanpa alasan yang jelas.
  3. Saksi dari pihak terlapor memberikan keterangan bahwa mereka dipaksa mengikuti aksi pada Maret 2013, padahal aksi berlangsung pada Januari 2013. Disebutkan pula Abdul Hakam adalah ketua FSPBI pada saat itu, padahal Abdul Hakam adalah pengurus FSPBI divisi advkasi dan pembelaan, sementara Agus Budiono sebagai Bendahara periode 2012-2015.
  4. Majelis hakim memvonis Abdul Hakam dan Agus Budiono bersalah, salah satunya dengan pertimbangan mereka telah menghasut anggota mengikuti aksi pada Maret 2013.

Website Militan Indonesia mengeluarkan kampanye dan seruan untuk mendukung Abdul dan Agus mendapatkan keadilan.

“FSPBI Gresik cukup dikenal sebagai serikat buruh yang sering melakukan demonstrasi. Wajar, karena basis-basis FSPBI tersebar di beberapa perusahaan-perusahaan besar. Sebut saja Maspion, Mie Sedap, Petrokimia Gresik dan beberapa perusahaan BUMN lainnya. Selain perjuangan normatif buruh, FSPBI juga terlibat dalam aksi penolakan kenaikan harga Sembako dan beberapa isu rakyat lainnya. Tuntutan penghapusan outsourcing yang tengah diperjuangkan oleh kawan-kawan Gresik telah memicu reaksi balik dari perusahaan-perusahaan yang masih menggunakan tenaga outsourcing yang diupah murah,” tulis Militan Indonesia di dalam pernyataanya.

***

Foto kredit: Militan Indonesia

Tinggalkan Balasan