
Jakarta – Ratusan buruh mendesak agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) juga bertanggungjawab atas ketidaklayakan kondisi kerja buruh perempuan hamil di pabrik es krim AICE, PT. Alpen Food Industry (PT. AFI).
“Karena menurut kami bahwa yang namanya KPPA itu juga seharusnya bisa mendorong atau bisa menekan pengusaha AICE agar mau menjalankan peraturan yang berlaku, terutama peraturan-peraturan yang menguntungkan kaum perempuan, yang melindungi kaum perempuan,” kata Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) kepada Solidaritas.net, Ahad (8/3/2020) saat aksi peringati Hari Perempuan Internasional atau International Womens Daya (IWD), Jakarta Pusat.
Sarinah mengatakan, jalan keluarnya tidak bisa hanya dengan mengatakan ‘ya sudah kalau ngga bisa silahkan keluar.
“Nggak bisa seperti itu, karena itu justru, kalau perempuan gak punya pekerjaan, justru menghilangkan basis sebagai kemandirian perempuan.”
Makanya pekerjaan itu harus sedapat mungkin, tambah dia, harus terus dipertahankan dan dilindungi perempuan-perempuan yang bekerja. Apalagi tugas reproduksi itu harus dilihat sebagai aktivitas yang menyediakan tenaga kerja bagi masyarakat
“Karena jika dilindungi, karena pekerjaan itu, dan adanya penghasilan itu justru dapat memperkuat posisi perempuan. Jadi itulah kenapa kami melakukan aksi hari ini,” tururnya.
Selain itu, Dalam aksi peringati Hari Perempuan Internasional atau International Womens Daya (IWD) ini, Sarinah juga berharap agar KPPA bisa mendorong regulasi yang menguntungkan perempuan seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) dan juga mendorong agar RUU yang tidak menguntungkan perempuann seperti Omnibus Law itu tidak disahkan.
“Ya, walaupun ini susah ya, karena kita tahu bahwa Kementerian adalah perpanjangan tangan pemerintah, sementera Omnibus Law itu dibuat oleh pemerintah, makanya kita datang ke sini untuk memprotes itu,” pungkas Sarinah.
Kondisi Kerja Buruh Hamil
Banyak masalah yang diprotes kaum buruh terkait kondisi kerja di pabrik es krim AICE, PT. Alpen Food Industry (PT.AFI), mulai dari persoalan upah, hak cuti haid, dugaan pencemaran mikroba, kebocoran amoniak, skorsing dan PHK sewenang-wenang, buruh kontrak dan outsorcing, pemberangusan serikat hingga persoalan beban kerja malam bagi buruh hamil di pabrik.
F-SEDAR mencatat, sepanjang 2019, 20 kasus keguguran dari total 359 buruh perempuan yang didata. Itu pun yang hanya masuk pada daftar, sebagian lagi tidak diketahui. Kasus-kasus tersebut harus dilihat kaitannya dengan kondisi kerja yang tidak layak dan diskriminatif.
“Bayangkan saja, buruh perempuan yang usia kandungannya sekitar 7 bulan dipersulit mengambil cuti atau mengurus surat ijin. Mau haid, hamil dan melahirkan pun sama, ijin selalu dihambat,” kata Damiri, pengurus F-SEDAR.
Jika buruh perempuan sakit, tambah Damiri, perusahaan menyediakan klinik dan dokter sendiri yang seringkali memiliki diagnosa sendiri. Buruh kesulitan mengambil second opinion dari dokter atau klinik lain selain yang ditetapkan perusahaan.
“Hingga banyak buruh perempuan yang pesimis mengurus ijin. Apalagi perijinan itu berbelit-belit dan tidak mulus begitu saja.”