Fahri Hamzah Jauh-Jauh Sidak Pekerja China di Banten, Ini Temuannya

fahri hamzah saat sidak semen merah putih detikcom
Fahri Hamzah saat sidak PT Cemindo Gemilang, bersama pekerja lokal dan pekerja China. Foto: M Iqbal/detikcom

Solidaritas.net, Banten – Isu serbuan jutaan pekerja China yang mengambil alih lapangan pekerjaan pekerja lokal ditanggapi oleh Fahri Hamzah dengan melakukan sidak ke perusahaan semen PT Cemindo Gemilang di Bayah, Banten, Jawa Barat. Sidak ini dilakukan untuk mendapatkan keterangan langsung dari Direksi PT Cemindo tentang keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang diisukan ilegal dan tak memiliki kemampuan khusus (unskilled).

“Sidak untuk membuktikan benar tidak ada isu orang China ilegal dan unskill. Karena menurut undang-undang tidak boleh bekerja di Indonesia. Mereka seharusnya mempunyai keterampilan khusus,” kata Fahri di gedung PT Cemindo Gemilang, Banten, Rabu (9/9/2015), dilansir dari Merdeka.com.

General Manager Support PT Cemindo Sigit Indraya menjelaskan, PT Cemindo hanya diisi pekerja China yang legal, profesional dan berkompetensi, kendalanya hanya bahasa. Hingga 4 September pihaknya mempekerjakan 231 orang pekerja di pabrik dan 43 orang di pelabuhan.

“Sudah mendapatkan izin dan pembinaan dari Disnaker, imigrasi dan kepolisian. Untuk pekerja China hanya sementara kemudian dilanjutkan dan ditangani tenaga kerja lokal terbaik,” imbuhnya.

Fahri juga meninjau tempat tinggal pekerja sementara dan ruang makan para pekerja. Dia tampak berbincang dengan pekerja itu dan menanyakan soal kondisi pekerjaan. Menurut Fahri isu soal mobilisasi pekerja asing dan tak profesional memang perlu diklarifikasi.

Untuk diketahui, PT Cemindo Gemilang merupakan pemegang merek Semen Merah Putih yang berdiri sejak 2011 di Bayah, Banten. Pabriknya mulai didirikan pada 11 September 2013 dan sudah mampu memproduksi 4 juta ton sak dalam setahun. Target penyelesaian pembangunan pabrik, akhir kuartal 2015.

Dalam pembangunan dan pengerjaan proyek pabrik di bawah Kontraktor Sinoma asal China. Sedangkan proyek dermaga di bawah kontraktor China Harbour.

Ada tiga kesimpulan yang bisa diambil dari sidak Fahri Hamzah ini ini, yakni:

  1. Jumlah pekerja China yang tidak lah sebesar yang diisukan hingga ribuan, bahkan jutaan.
  2. Keberadaan pekerja China hanya sementara untuk menangani pembangunan konstruksi pabrik yang belum mampu dikerjakan oleh orang lokal.
  3. Pekerja China ini sudah ada sejak tahun 2013, setahun sebelum Joko Widodo menjadi presiden RI, yang dianggap sebagai biang kerok datangnya pekerja China.

Terlepas dari kesimpulan di atas, sebenarnya tidak layak apabila isu pekerja China ini digoreng sedemikian rupa hingga menjurus pada rasisme terhadap etnis tertentu. Bicara soal pekerja asing, tidak hanya pekerja China yang ada di Indonesia, pekerja asal Timur Tengah dan India pun ada.

Lebih jauh lagi, investasi triliunan rupiah dari pemodal asing lebih yang seharusnya dipersoalkan, karena pembagian keuntungan yang tidak jelas, tidak transparan dan tidak adil, serta menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang semakin serius. Selain itu, investasi ini membuat ekonomi tergantung pada modal asing.

Di Indonesia, sentimen terhadap etnis Tionghoa adalah warisan watak negatif dari kekuasaan kolonial dan Orde Baru yang harus dihapuskan. Serikat buruh seharusnya mengambil peran dalam penghapusan rasisme, bukannya ikut-ikutan mengobarkan kebencian rasial terhadap pekerja China, seperti yang belakangan aktif dilakukan oleh Presiden KSPI/FSPMI, Said Iqbal.

Kaum buruh sedunia, bersatulah!

***

Referensi:

[1] Tempuh 6 Jam, Fahri Hamzah Sidak Pekerja Asing di Perusahaan Semen di Banten, Detik.com, 9 September 2015.
[2] Fahri Hamzah sidak perusahaan semen berisi pekerja asal China, Merdeka.com, 10 September 2015.
[3] Semen Merah Putih Bangun Pabrik Rp 3,9 Triliun, Kompas, 10 Juni 2015.

Tinggalkan Balasan