Dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, serikat buruh didefinisikan sebagai “organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”
Dalam UU ini juga dikenal empat bentuk organisasi buruh, yakni:
- Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.
- Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/serikat yang tidak bekerja di perusahaan.
- Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.
- Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.
Tidak ada informasi teknis mengenai seperti apa serikat buruh di luar perusahaan itu. Pun di dalam Kepmenaker Nomor KEP.16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Ada beberapa praktek serikat pekerja di luar perusahaan yang didirikan oleh pekerja kreatif yang menjadi pekerja freelance atau serikat pekerja buruh migran yang bekerja pada majikan di luar negeri atau serikat pekerja rumah tangga yang bekerja pada majikan perorangan.
Pada dasarnya serikat pekerja di tingkat perusahaan itu dibedakan menjadi dua, yakni, serikat pekerja di perusahaan yang memiliki afiliasi keluar dan serikat pekerja di tingkat perusahaan saja tanpa afiliasi ke manapun. Nah, kelemahan model serikat pekerja yang kita bahas di sini adalah model yang kedua ini.
Dalam prakteknya, serikat buruh yang dibentuk di dalam perusahaanlah yang paling banyak beroperasi. Dinas Tenaga Kerja, tempat pencatatan serikat, juga menjadi lebih familiar dengan model serikat yang berada di dalam perusahaan.
Apa itu Federasi?
Selanjutnya, serikat buruh di dalam perusahaan dapat berafiliasi dengan federasi. Syarat pembentukan federasi diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sebagai berikut:
- Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh.
- Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh.
Perhatikan gambar di bawah ini:
Pada gambar di atas, kita dapat melihat serikat buruh di perusahaan dapat menggabungkan diri ke federasi. Federasi dianggap sah apabila memiliki lima serikat buruh aktif dan telah dicatatkan di Disnaker setempat. Bagaimana dengan serikat buruh di luar perusahaan, misalnya serikat buruh pekerja lepas, serikat buruh pekerja rumah tangga? Mereka dapat juga menggabungkan diri dan/atau ikut membentuk federasi tertentu.
Pada praktiknya, penerapan afiliasi tidaklah seperti gambar di atas. Model yang lain adalah, serikat-serikat buruh di perusahaan membentuk serikat buruh sektoral, lalu menghimpun diri ke dalam sebuah federasi. Perhatikan gambar di bawah ini:
Dalam gambar ini, kita dapat melihat serikat buruh X di perusahaan A dan serikat buruh X di perusahaan B merupakan anggota dari serikat buruh X. Jadi, serikat buruh X ini didirikan di perusahaan-perusahaan, lalu mengafiliasikan diri ke federasi dan/atau bersama serikat lain membangun federasi. Apakah X ini? Sebut saja sektor, misalnya sektor elektronik, sektor otomotif maupun sektor logam.
Sebetulnya perjenjangan seperti ini sah-sah saja karena memang sebuah serikat pekerja dapat mengatur sendiri rumah tangganya di dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga maupun peraturan organisasinya.
Wewenang ini diberikan di dalam Pasal 8 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yakni: “Perjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran rumah tangganya.”
Contoh-contoh federasi adalah Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), Federasi Serikat Pekerja BUMN, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, dan sebagainya.
Pembentukan Konfederasi
Persatuan adalah alat menyatukan kekuatan kaum buruh. Itulah mengapa kecenderungan serikat buruh adalah untuk menyatukan diri dalam wadah yang lebih luas. Dalam hal ini, konfederasi dapat dibentuk oleh gabungan federasi.
Dalam Pasal 7 Ayat (2) UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, “konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh.”
Dengan demikian, konfederasi merupakan puncak dari serikat-serikat buruh maupun federasi-federasi serikat buruh yang di bawahnya. Di Indonesia dikenal konfederasi seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Konfederasi-konfederasi ini juga memiliki afiliasi internasional. Artinya, serikat buruh ini menggabungkan diri dengan organisasi buruh di tingkat internasional. Hal ini memang diperkenankan oleh UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sebagaimana diatur dalam Pasal 26:
“Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Seperti KSPI yang berafiliasi dengan International Trade Union Confederation (ITUC) dan KASBI yang berafiliasi dengan World Federation of Trade Unions (WFTU).
Bagaimana jika sebuah serikat pekerja tidak berafiliasi ke manapun? Yah, tidak masalah juga. Serikat buruh dapat berdiri sendiri tanpa perlu berafiliasi dengan serikat, federasi maupun konfederasi. Hal ini tentu memiliki konsekuensi-konsekuensinya tersendiri yang berdampak pada buruh yang menjadi anggotanya.