NTT- Dalam sebuah pernyataan tertulis, Divisi Hukum dan HAM Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formada NTT), Hendrikus Hali Atagoran menyampaikan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga membekingi perusahan tambang PT Soe Makmur Resources (SMR) yang kini sedang terlibat konflik dengan warga.
Aparat TNI berjaga-jaga di lokasi pertemuan dengan perwakilan pemerintah, masyarakat lokal dan sejumlah aktivis pada Jumat (2/2/2016). (Foto: dok. Floresa) |
Hal itu dibuktikan dengan kehadiran TNI dalam situasi tertentu. Seperti, dalam sosialisasi, pengamanan di lokasi tambang atau melakukan lobi-lobi, bahkan sampai mengintimidasi para pemilik lahan untuk menyerahkan tanahnya ke perusahaan.
Pada Jumat(26/2/2016), diduga Dandim memfasilitasi penuh pertemuan dengan masyarakat lingkar tambang di Kantor Desa Supul, Kecamatan Kuatnana. Pertemuan ini dihadiri oleh Asisten 3 Pemda TTS, Dandim TTS, pihak Kejaksaan (Tri Manurung), Kapolsek Batu Putih, Camat Kuatnana, Kepala Desa dan kuasa hukum PT SMR dimoderatori oleh Dandim TTS, Letkol Infantri Erwin.
“Pertemuan tersebut diamankan oleh tentara 1 truk, 1 pick up dan 6 motor,” kata Hali dikutip dari Floresa.co.
Dalam pertemuan itu, jelasnya, PT SMR meminta kepada pemerintah dan pihak kemanan, yakni Dandim dan pihak Kejaksaan untuk mengusut dan menangkap pihak yang mereka sebut sebagai provokator.
Selama ini, keberadaan PT SMR yang diduga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat setempat mendapat penolakan dari warga. Pendeta Yos Manu dari Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) yang aktif dalam berbagai perjuangan menolak PT SMR mengatakan, mereka berharap, pemerintah mendengarkan suara rakyat untuk mencabut izin.
Berikut alasan penolakan terhadap PT SMR:
1. PT SMR Caplok Lahan Petani
PT SMR yang masuk ke Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada 2008 mendapat izin konsensi dari Gubernur Frans Lebu Raya untuk lahan 4.555 hektar, yang meliputi enam desa di dua kecamatan. Namun, menurut masyarakat lokal, area konsensi itu mencaplok lahan pertanian mereka dan aktivitas perusahan itu sudah menimbulkan bencana ekologi.
Soleman Nesimnasi, warga Dusun Supul Nai, Kecamatan Nuatnana mengaku kehilangan 4 hektar lahan, yang masuk dalam wilayah konsensi perusahan.
2. PT SMR Membuat Sumber Air mati
Menurut Pastor Kristo, PT SMR yang beroperasi di wilayah pegunungan membuat sejumlah sumber mata air mati dan mengancam ribuan hektar sawah di daerah Oebelo, Kecamatan Amanuban Selatan, yang mendapat pasokan air dari wilayah di dekat areal tambang.
“Limbah hasil pencucian mangan juga mengancam kesehatan masyarakat,” katanya. (**Ern)