Solidaritas.net, Bekasi – Dalam rangka mengikuti aksi mogok nasional untuk menolak PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, ketua PUK-FSPMI PT Nihon Plast Indonesia mengungkapkan, tidak semua buruh di tempatnya bekerja mengikuti aksi tersebut. Sebagian buruh memilih tetap bekerja seperti biasa.
“Hanya 30 persen karyawan di perusahaan kami bekerja yang ikut aksi,” ungkap ketua PUK-FSPMI PT Nihon Plast Indonesia, Andi, dikutip dari Tempo.co, Selasa (24/11/2015).
Menurut Andi, instruksi dari pimpinan pusat untuk melakukan mogok nasional ditanggapi secara berbeda-beda oleh buruh. Di perusahaannya, buruh memilih tetap bekerja karena tak ingin mengambil risiko. Alasannya, sejak ekonomi melemah, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Akibatnya, perusahaan yang beralamat di Jl Diponegoro, Tambun, yang dulunya memiliki sekitar 800 pekerja ini, kini hanya memiliki 300 pekerja.
Andi sendiri mendukung langkah buruh melakukan aksi mogok nasional, demi mewujudkan tuntutan buruh yaitu menolak undang-undang nomor 78 tahun 2015. Dimana undang-undang tersebut dianggap merugikan kaum buruh, karena kenaikan upah berdasarkan inflasi dengan pertumbuhan PDB.
“Tidak pakai formula sebelumnya, yaitu KHL,” kata Andi.
Dengan ditetapkannya PP Pengupahan, maka peran dewan pengupahan dihilangkan, hal ini bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian, survei KHL dilakukan lima tahun sekali. PP ini juga menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang memberikan upah di bawah UMK.
Belakangan ini, UMK diberbagai daerah telah ditetapkan dengan mengacu pada PP tersebut. Sebagian besar, kenaikan UMK tidak lebih dari 11,5 persen.