Semarang – Meski berstatus perusahaan besar, masih saja banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran ketenagakerjaan. Seperti terungkap belum lama ini, PT Nyonya Meener yang merupakan pabrik jamu tertua di Jawa Tengah (Jateng) sejak tahun 1919, ternyata sudah sejak lima bulan terakhir ini tidak membayar gaji para buruhnya. Tak pelak, para buruh yang bekerja di pabrik itu melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut hak-hak mereka. Pada Senin (20/06/2016) siang, mereka mendatangi kantor Gubernur Jateng untuk meminta Gubernur Ganjar Pranowo ikut turun tangan menyelesaikan masalah tersebut.
Aksi unjuk rasa buruh PT Nyonya Meneer. Foto: MetroSemarang.com |
Ratusan buruh tersebut menyambangi kantor Gubernur Jateng untuk menggelar aksi damai dengan salat berjamaah di lorong gedung. Menurut para buruh, perlakuan dari manajemen PT Nyonya Meneer yang tidak membayarkan gaji buruh sejak bulan Januari 2016 lalu itu sangat kelewatan. Padahal, mereka sudah loyal bekerja di pabrik itu selama puluhan tahun, meski sebagian besar hanya bekerja serabutan sebagai tenaga pemilah rempah-rempah.
“Kita minta Pak Ganjar membantu mengatasi tunggakan upah yang tidak dibayarkan oleh direksi Nyonya Meneer. Sudah bekerja lama sekali, kenapa mereka memperlakukan saya seperti ini. Mentang-mentang saya cuma buruh serabutan,” ungkap salah seorang buruh bernama Sri Rahayu yang sudah bekerja selama 26 tahun di pabrik PT Nyonya Meneer, seperti dikutip dari MetroSemarang.com, Rabu (22/06/2016).
Tidak hanya itu, massa buruh tersbeut juga menuntut pembayaran uang makan selama 13 minggu dan Tunjangan Hari Raya (THR). Mereka juga mengatakan bahwa pihak perusahaan tidak pernah membayarkan iuran BPJS para buruh sejak tahun 2012, sehingga mereka tidak bisa mendapatkan hak-haknya. Sayangnya, massa buruh tidak bisa bertemu dengan Ganjar. Mereka pun mengancam akan terus berunjuk rasa sampai semua tuntutannya dipenuhi.
Sebelumnya, ribuan buruh PT Nyonya Meneer ini juga sudah berunjuk rasa di lokasi pabrik tersebut, Jalan Kaligawe, Semarang, pada Rabu (15/06/2016) lalu. Mereka mendesak pihak manajemen perusahaan untuk membayarkan hak-hak para buruh yang belum dibayarkan. Sayangnya, tuntutan mereka sama sekali tidak ditanggapi pimpinan perusahaan tersebut.
“Kami akan melihat itikad baik perusahaan, apakah bisa menunaikan kewajibannya dan kemampuan perusahaan untuk tetap bisa menjadi tempat bekerja bagi karyawan. Tapi kalau mereka sudah tidak memiliki kemampuan menunaikan kewajibannya pada karyawan, kami akan menempuh langkah hukum untuk permohonan pailit dengan alasan perusahaan telah wanprestasi,” ungkap Aan Tawli dari Tim Advokasi Serikat Pekerja Farkes Reformasi.