Menjelang kenaikan upah 2014, buruh menuntut kenaikan upah 50% sebagai imbas dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan inflasi. Pengusaha jelas menolak dan mengancam hengkang. Keputusan kenaikan jelas ada di tangan pemerintah, yang sangat tergantung pada daya tekan buruh.
Kenaikan upah secara signifikan mulai dirasakan oleh buruh sejak tahun 2012 lalu. Jika kenaikan upah tertinggi biasanya hanya Rp100 ribu, maka Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bekasi bisa naik Rp400 ribu karena aksi-aksi buruh yang memuncak pada tutup kawasan 27 Januari 2013.
Berikutnya, kenaikan upah 2013 bisa mencapai hampir 40%. Contohnya, UMK Bekasi naik dari Rp 1,4 juta menjadi Rp 2 juta.
Kenaikan upah 2014 bakal menjadi pertarungan serius yang melibatkan buruh, pengusaha dan pemerintah. Ada sejumlah kesulitan mengapa upah sulit naik tinggi:
1. Aksi-Aksi Buruh Kurang Ampuh
Kita sudah sering mendengar aksi-aksi buruh yang jumlah hingga puluhan ribu masuk pusat-pusat kekuasaan, seperti Jakarta. Namun, aksi tersebut belakangan tidak menghasilkan kemenangan yang seharusnya. Sebagai contoh: aksi BBM yang tidak berbuah kemenangan. BBM tetap naik. Memang, ada sedikit konsesi yang diberikan kepada buruh, yakni 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional. Juga kekalahan dalam menolak pengesahan RUU Ormas.
Selain itu, tuntutan jaminan kesehatan seumur hidup per 1 Januari juga belum menunjukkan gejala kemenangan. Ditambah lagi dengan kasus-kasus tingkat pabrik yang mengalami banyak kekalahan akibat dari premanisme yang belum sanggup diatasi. Padahal kunci mobilisasi kaum buruh terletak pada akar rumput buruh yang berada di pabrik.
Kelemahan utama aksi buruh adalah tidak mampu melumpuhkan. Buruh melakukan aksi ke Jakarta, tapi tidak sanggup bertahan lama hingga dibubarkan. Buruh melakukan mogok kawasan atau nasional, tapi hanya sampai sore hari. Juga tidak semua buruh berhenti berproduksi. Sehingga praktis, tidak bisa melumpuhkan produksi dalam makna yang sebenar-benarnya, yang membuat kapitalis kelabakan.
Sampai saat ini, militansi kaum buruh belum sampai pada: BERTAHAN SAMPAI TUNTUTAN DIPENUHI.
2. Pecah Kongsi
Sepanjang kekalahan gerakan buruh belakangan, unsur-unsur yang ragu-ragu atau ingin mencari selamat sendiri mulai kelihatan. Di tingkat pabrik, hal ini diperlihatkan dengan adanya pasukan brigade buruh yang justru membela pengusaha, bukan membela sesamanya yang sedang berjuang. Di tingkat nasional, isu perpisahan tiga Konfederasi besar sudah menjadi kenyataan.
Sisi positifnya, serikat-serikat kecil yang dipandang kiri (merah) mulai diajak bersatu oleh konfederasi yang lebih besar yang masih ingin melanjutkan perjuangan. Tapi, hal ini tidak akan banyak manfaatnya, selama serikat tidak memperbaiki mekanisme demokrasi di dalamnya yang seharusnya menjadi semakin langsung dan mengandalkan partisipasi massa.
3. Menperin: Upah Buruh Maksimal Naik 20%
Menteri Perindustrian MS Hidayat menolak kenaikan upah sebesar 50%, dan menawarkan kenaikan upah maksimal 20%. Gejala perpisahan konfederasi besar mulai nampak ketika MS Hidayat hanya mengundang dua pimpinan konfederasi dalam suatu pertemuan yang terjadi baru-baru ini. Sementara, satu pimpinan lainnya tidak diundang.
4. Krisis
Situasi ekonomi terbaru memperlihatkan gejala krisis yang ditandai dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menurun ke zona merah dan nilai rupiah semakin anjlok menembus angka Rp11.000/USD, sementara utang luar negeri sudah menembus angka Rp2.000 triliun. Di sektor ril, harga-harga barang melambung, bahkan sejak IHSG dan rupiah masih di zona normal.
Krisis ini dijadikan alasan untuk menekan upah dan buruh harus mau menerimanya dengan alasan tersebut. Buruh dijadikan pihak pertama yang berkorban kesejahteraan di masa krisis, seperti dalam krisis moneter 1998.
Pemerintah berusaha mengantisipasi hal ini dengan Paket Kebijakan Penyelamatan Ekonomi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Perekonomian Hatta Rajasa. Salah satu isi dari kebijakan tersebut adalah menjaga upah minimum agar mencegah pemutusan hubungan kerja.
Konkretnya, rumus formula upah terbaru adalah: Inflasi rate + X % = UMP. X % ini yang akan dibicarakan dalam tripartit nasional. Salah seorang pimpinan Federasi Pekerja Industri Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FKI-SPSI), Agus Ahmad Sudrajat, mengatakan kita tahu sudah ada beberapa elit buruh yang melakukan pertemuan dengan pemerintah dan Apindo beberap waktu lalu menyepakati upah murah tersebut.
“Dahulu budak-budak tidak beri upah tapi diberi makan. Sekarang buruh diberi upah tapi hanya cukup untuk makan. Lalu apa bedanya?” tulisnya dalam status Facebook.
Ia juga menyerukan kepada buruh untuk melancarkan perlawanan terhadap kebijakan upah murah ini.
***
Demikian informasi mengenai gejala upah buruh sulit naik tinggi. Situasi ini bisa diatasi jika saja gerakan buruh mengubah strategi dan program perlawanan agar menjadi lebih ampuh. Pertama, aksi-aksi buruh harus sedemikian rupa memiliki dampak melumpuhkan ekonomi. Serta memperluas gerakan buruh menjadi gerakan rakyat. Perluasan tersebut bisa dilakukan jika strategi gerakan buruh juga memasukkan advokasi masalah-masalah rakyat. Dalam tahap tertentu, advokasi rakyat memperluas aliansi buruh ke rakyat yang sanggup meminimalisir aksi-aksi premanisme kaum miskin kota terhadap perjuangan buruh.
Kedua, program buruh tidak bisa hanya menyangkut masalah perburuhan seperti kenaikan upah belaka. Lebih jauh lagi, harus membereskan kebijakan ekonomi masyarakat yang cenderung selalu mengarah ke krisis ekonomi secara rutin, akibat dari kapitalisasi ekonomi. Tentu saja, masalah-masalah rakyat juga harus mendapatkan pembelaan dari kaum buruh.
Foto: Hatta Rajasa mengumumkan paket kebijakan ekonomi di Istana Kepresidenan, 23/08/2013-Kompas.com