Jakarta- Ribuan buruh yang tergabung dalam Kongres Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia
(KASBI) menggelar aksi di depan Istana Negara, Senin(31/10). Buruh menuntut agar PP 78 Tahun 2015 dicabut karena dianggap menyebabkan kenaikan upah tidak lebih dari 8,25 persen.
![]() |
|
KASBI Tuntut Pencabutan PP 78 Tahun 2015 FOTO : Solidaritas.net “CC-BY-SA-3.0” |
KASBI berpendapat, kenaikan upah 8,25 persen hanya akan membuat upah buruh naik tidak lebih dari Rp350.000. Nominal ini dianggaap tidak manusiawi karena tidak sebanding dengan harga kebutuhan rumah tangga yang semakin “mencekik”.
“Rp350.000 itu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah, makan, dan kesehatan. Tidak sebanding dengan harga kebutuhan rumah tangga yang semakin hari semakin naik,” ujar salah seorang orator, Nipi Sopandi.
Selain itu, lanjut dia, PP 78 membuat buruh tidak dapat mengawal penentuan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan upah minimum. Hal ini disebabkan KHL akan dihitung lima tahun sekali dengan perhitungan dari Badan Pusat Statistik (BPS), bukan melalui survei pasar oleh dewan pengupahan.
“Harga cabe, bawang, kentang semakin mahal. Pemerintah gencar berbicara akan melakukan penekanan harga, dalam prakteknya tidak terjadi. Hal itu tidak akan pernah terjadi selama pemerintah masih menyerahkan kepentingan sosial, ekonomi dan politik kepada investor,” ujar ketua umum KASBI, Nining Elitos.
Nining menambahkankan, pihaknya tidak “alergi” terhadap investor yang masuk ke Indonesia, namun pemerintah seharusnya mampu membuat kebijakan yang melindungi seluruh rayat Indonesia.
“Pemerintah seharusnya tidak sekedar mengundang investor, namun juga memperhatikan rakyat agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan,” seru Nining.
Selain menolak PP 78, KASBI juga menuntut dihapuskannya penangguhan upah, hentikan diskriminasi upah sektor garmen, naikkan upah 31 persen secara nasional, dan hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Saat aksi di depan RRI, buruh membakar patung tikus berbadan manusia. Patung sebagai simbol penguasa yang terus menerus mengeskploitasi buruh ini mereka bakar, karena kecewa dengan Presiden Jokowi yang tidak ada di Istana Negara saat perwakilan buruh ingin bertemu.
Jokowi terkesan sengaja tidak mau menemui buruh, padahal jauh sebelum aksi nasional ini dilaksanakan, Jokowi sudah berjanji akan menemui KASBI.