GSBI Ajak Serikat Buruh Suarakan Perjuangan THR

0

Jakarta – Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi salah satu isu yang paling banyak jadi pembicaraan bagi kalangan pekerja, termasuk kaum buruh menjelang hari raya keagamaan, khususnya Hari Raya Idul Fitri. Pada tahun 2016 ini, pemerintah sendiri telah mengeluarkan peraturan baru yang mengatur soal pembayaran THR, yakni Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Namun secara esensi, peraturan ini ternyata sama sekali tidak punya peranan apapun dalam memperbaiki penghidupan kaum buruh di Indonesia.

Kaum buruh gelar demo tuntut THR.
Foto: Liputan6.com
Demikianlah pendapat dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), seperti yang mereka sampaikan dalam siaran persnya tertanggal 6 Juni 2016. Ada banyak alasan yang menjadi dasarnya, seperti kegagalan emerintah dalam mengendalikan harga bahan pokok dan biaya transportasi yang terus mengalami kenaikan. Sehingga, THR yang diterima kaum buruh tak mencukupi lagi digunakan untuk kebutuhan lain. Selain itu, pemerintah juga tidak mampu memberikan sanksi tegas bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran pembayaran THR.

“Kita mengetahui masih banyak perusahaan hanya menjalankan pembayaran THR dalam pengertian minimum. Hanya membayar satu bulan upah, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain, apakah THR tersebut cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan selama bulan puasa dan pada saat libur cuti hari raya. Masih banyak pula ditemukan THR yang tidak dibayarkan atau terlambat dibayarkan oleh pengusaha,” ungkap Dewan Pimpinan Pusat GSBI dalam siaran persnya itu, seperti dikutip dari InfoGSBI.org, Jumat (10/06/2016).

Oleh karena itu, DPP GSBI pun mengeluarkan seruan kepada semua serikat buruh untuk menjalankan ‘Kampanye Massa Perjuangan THR’, dengan sejumlah tuntutan berikut ini:

  1. Menuntut kepada pemerintah (kota/kabupaten/provinsi/pusat) untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok.
  2. Menuntut kepada pemerintahan kota/kabupaten untuk membuat kebijakan THR yang lebih tegas, misalnya membuat surat edaran yang ditujukan kepada perusahaan-perusahaan agar menjalankan pembayaran THR lebih cepat.
  3. Menuntut kepada pemerintah untuk menyediakan sarana transportasi yang aman, nyaman dan berkualitas bagi rakyat yang mudik lebaran, tidak menaikkan harga tiket menjelang mudik lebaran, dan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan-perusahaan transportasi yang menaikkan harga seenaknya.
  4. Menuntut kepada perusahaan untuk terus memperbaiki kesepakatan dengan buruh tentang pembayaran THR. Serikat buruh tidak boleh merundingkan pembayaran THR hanya bersandar pada perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan yang sudah ada, namun juga harus dinegosiasikan sesuai dengan situasi obyektif dan hasil investigasi yang dilakukan, seperti menegosiasikan tambahan bingkisan, atau perusahaan menyediakan sarana transportasi mudik bagi buruh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *