Solidaritas.net, Jakarta – “Habis bakar lahan dan terbitkan asap, tumbuhlah sawit” bukan isapan jempol belaka. Setelah mendapat sorotan netizen, lahan gambut kawasan konservasi orang utan Nyaru Menteng Palangkaraya, Kalimantan Tengah seluas 50 hektar disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KKLHK) serta Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah, Selasa (27/10) ditumbuhi sawit. Sejumlah tanaman kelapa sawit justru ditemukan di lahan bekas bakaran tersebut.
Sebelumnya, kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho tak bisa menyembunyikan kejengkelannya.
“Sudah menjadi rahasia umum, dari dulu pembukaan lahan dilakukan dengan membakar. Biasanya setelah dibakar, perkebunan-perkebunan berskala besar mengerahkan alat berat untuk membersihkan dan merapikan tanah, lalu membuat sekat untuk kemudian ditanamani kelapa sawit menjelang musim hujan,” kata Sutopo dilansir dari cnnindonesia.com, Kamis (22/10/2015).
Diketahui, Sutopo mengunggah gambar via akun Twitter-nya, @Sutopo_BNPB, yang menunjukkan tunas sawit telah muncul di bekas lahan terbakar.
“Lahan bekas kebakaran hutan di Nyaru Menteng Palangkaraya sudah ditanami kelapa sawit. Habis bakar terbitlah sawit,” tulisnya.
Memang miris, kebakaran hutan yang menyebabkan Palangkaraya dinyatakan sebagai kota berpolusi udara terparah dunia dengan memperoleh skor 515 menurut Air Quality Index (AQI) pada 21 Oktober 2015 yang lalu. Bahkan mengakibatkan warga mulai dari anak-anak hingga dewasa menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sampai meninggal dunia. Ternyata lahan tersebut segaja dibakar demi kepentingan perkebunan sawit.
Dalam kasus kebakaran ini, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar, Selasa (20/10/2015), mengatakan kepolisian telah menetapkan tujuh perusahaan pemilik modal asing sebagai tersangka kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah Indonesia. Tujuh perusahaan itu adalah PT ASP (China) di Kalimantan Tengah, PT KAL (Australia) di Kalimantan Barat, PT IA (Malaysia), PT H (Malaysia), PT MBI (Malaysia) di Sumatera Selatan, PT PAH (Malaysia) dan PT AP (Malaysia) di Jambi.
Meski demikian, banyak pihak yang tak puas karena perusahaan sawit terbesar, Sinar Mas dan Wilmar, belum dijerat oleh hukum. Padahal, menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), perusahaan milik grup Wilmar yang paling banyak membakar hutan.
“Ada total 27 grup Wilmar yang lakukan pembakaran hutan di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jambi,” kata Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Nasional Zenzi Suhadi, Kamis (29/10/2015), dilansir dari Walhi-Jambi.com.
Zenzi mengatakan, grup perusahaan 19 Sinar Mas juga banyak melakukan pembakaran. Ada tiga anak perusahaannya yang melakukan pembakaran di Provinsi Kalimantan Tengah. Ada enam anak perusahaan dan perusahaan yang berafiliasi dengan Sinar Mas, yang melakukannya di Riau. Lalu, ada pula delapan anak perusahaan yang melakukannya di Sumatera Selatan, serta dua lagi di Jambi.