Hak Dilanggar, Buruh Keluhkan Tidak Ada Pembelaan Dari SPSI

0

Solidaritas.net, Tangerang – Buruh PT Sumberdata Kemas Indah (PT SKI) mengaku sepanjang menghadapi permasalahan di perusahaan tidak mendapat pembelaan dari serikat yang menaunginya yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pengurus SPSI hanya menyarankan agar buruh bersabar ditengah tuntutan buruh yang belum juga dipenuhi oleh pengusaha.

logo spsiBuruh harian lepas PT SKI, Rahmat mengeluhkan hal ini, karena ia sebagai anggota SPSI mengharapkan agar serikat berperan aktif dalam melindungi dan memperjuangkan hak buruh.

Bermula di tahun 2013 saat buruh harian lepas PT SKI menuntut diangkatnya status kerja dari harian lepas menjadi PKWTT (tetap) karena buruh telah bekerja selama berbulan-bulan. Tuntutan ini juga dikuatkan dengan adanya Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004 point 3 yang menjelaskan mengenai Perjanjian Kerja Harian Lepas, yaitu pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT. Selain itu, buruh juga menuntut dipenuhinya hak-hak normatif seperti tunjangan hari raya, BPJS, dll.

Menanggapinya, pengusaha sepakat untuk memenuhi semua hak normatif buruh namun belum bisa mengangkat status kerja buruh menjadi PKWTT. Sayangnya, setelah adanya kesepakatan tersebut, pengusaha tidak kunjung juga memenuhi perjanjian, sehingga buruh marah dan meminta bantuan kepada pengurus serikat agar memperjuangkannya.

Menurut Rahmat, SPSI sebagai serikat yang diharapkan dapat memperjuangkan hak anggotanya justru hanya mengatakan bahwa kesepakatan yang telah dibuat antara buruh dan pengusaha sudah kuat hukum. Hanya sebatas itu tanpa ada upaya memperjuangkannya.

Seiring dengan desakan dari buruh terhadap pengusaha agar memenuhi hak normatif, saat itu juga, menjelang lebaran pada tahun 2013 sebanyak 20 orang buruh harian lepas PT SKI dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK). Menyikapi keputusan itu, pimpinan SPSI hanya menyarankan agar anggota serikatnya yang dikenai PHK bersabar dan mencari pekerjaan lain.

keluhan buruh
Keluhan buruh di Facebook tentang SPSI.

Geram dengan pimpinan serikat yang hanya menyarankan agar buruh bersabar, buruh-buruh pun memutuskan melakukan demo setelah lebaran dan menghasilkan beberapa kesepakatan seperti kembali mempekerjakan buruh yang telah dikenai PHK dengan syarat tidak ada tuntutan lainnya.

Keputusan itu diaminkan oleh pimpinan SPSI dengan alasan pekerjaan lebih penting. SPSI memilih kompromi bersama pengusaha dan mengabaikan nasib buruh.

Ternyata setelah demo itu berlangsung, sebanyak 8 orang buruh kembali dikenai PHK akibat mempelopori demo. Pimpinan SPSI sendiri hanya menerangkan kepada anggotanya bahwa masalah tuntutan buruh hingga persoalan PHK akan diproses. Anehnya lagi, saat berusaha menyelesaikan persoalan PHK, pimpinan SPSI justru tidak melibatkan anggotanya yang dikenai PHK. Proses pembelaan tidak berjalan transparan.

Sampai hari ini, Rahmat yang menjadi korban PHK dan meninggalkan perusahaan, tidak mendengar kabar apapun dari pimpinan SPSI terkait nasibnya dan buruh korban PHK lainnya.

Fakta ini sekali lagi mengingatkan kita pada puisi Wiji Tukul yang mengkritik SPSI pada 1992, judulnya “Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI”.  SPSI adalah serikat resmi yang bentukan rezim Orde Baru, satu-satunya serikat yang diakui pada masa Orde Baru. Setelah reformasi 98 dan ratifikasi konvensi ILO tentang kebebasan berserikat pada 1999, lahirlah berbagai serikat buruh lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *