Hambatan Kapitalis di Pasar yang menyebabkan kontradiksi dalam distribusi kapitalis
Setelah kapital (modal) dapat mengatasi hambatan di dalam dunia produksi (lihat artikel-artikel ekonomi-politik sebelumnya), setelah kapitalis sanggup memproduksi barang dagangan (komoditas), maka timbul lah hambatan lainnya, yakni: nasib barang dagangan (komoditas) nya di pasar. Hambatan tersebut hukumnya akan menghalangi pertumbuhan kapital (modal). Mengapa? Karena pertumbuhan kapital (modal) di dunia pasar akan dihadapkan pada besaran kekuatan konsumsi, atau kapasitas konsumsi. Bila kapital (modal) mau tumbuh, maka ia harus bergerak setelah mengatasi hambatan tersebut; pra-syarat produksi yang dilandaskan pada kapital (modal) karenanya harus lah merupakan produksi yang secara konstan memperluas dunia sirkulasi. (Baca juga: Sirkulasi Dunia Kapitalis)
Dengan demikian, di satu sisi kapital (modal) itu memiliki kecenderungan untuk menghasilkan lebih banyak nilai lebih (tenaga kerja yang tidak di bayar) di dalam dunia produksi, di sisi lain, kapital (modal) juga memiliki kecenderungan tambahan yaitu menciptakan lebih banyak jumlah pertukaran. Pendek kata, dorongan kapital (modal) untuk memperluas/memperbesar diri hadir dalam dunia sirkulasi maupun dalam dunia produksi; kecenderungan menciptakan pasar dunia merupakan suatu konsep yang sudah melekat dalam diri kapital (modal); bagi kapital (modal), setiap batasan merupakan hambatan yang harus diatasi. Konsep yang melekat dalam kapital (modal) yang cenderung berkehendak tumbuh dan meluas, mengharuskan kapital (modal) memproduksi konsumsi baru–yang dilakukan dengan tiga cara:
(1) memperluas/memperbanyak konsumsi yang ada sekarang;
(2) menciptakan kebutuhan baru dengan lebih menyebarkanluaskan konsumsi yang ada sekarang ke kalangan yang lebih luas;
(3) memproduksi kebutuhan baru, penemuan baru, dan menciptakan nilai-pakai baru.
Dorongan itulah yang akan menghancurkan segala hambatan yang menghalangi baik perkembangan tenaga produktif (manusia dan alat-alat/sarana-sarana produksinya), maupun yang menghalangi perkembangan eksploitasi dan pertukaran tenaga alam serta mental. (Baca juga: Penghisapan dan Perampasan Keringat Buruh)
(Baca selanjutnya di halaman 2)
Namun, hambatan yang dihadapi oleh kapital (modal) dalam dunia sirkulasi bukan sekadar hambatan eksternal–namun juga hambatan yang melekat secara alamiah dalam dirinya. Kapital (modal) bukan saja sekadar harus menjual produknya yang berupa barang dagangan (komoditas) (dan itu artinya harus memiliki nilai-pakai bagi pembelinya yang dinilai setara dalam bentuk uang), namun juga harus kembali ke dalam dunia sirkulasi yang, kali ini, masuk ke dalam hubungan produksi kapitalis (dunia si penjualnya). Jadi, dengan demikian, kapitalis mewujudkan perampasan nilai lebih (tenaga kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruhnya) terjadi dalam kondisi pendistribusian yang antagonistik (bertentangan), karena barang-barang dagangan (komoditas) yang dijual hanya dapat dibeli dengan tingkat jumlah yang minimal–ingat: nilai lebih (tenaga kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruhnya) menyebabkan kemampuan buruh/masyarakat menurun daya belinya. Sehingga, kontradiksinya: justru akan menghambat penumpukan modal, menghambat dorongan modal untuk memperluas/memperbesar diri dan kesanggupan modal untuk menghasilkan nilai lebih yang lebih besar.
Akibatnya adalah: krisis produksi atau krisis penawaran; alias: barang yang ditawarkan di pasar berlimpah, namun buruh/masyarakat tak mampu membelinya, atau hanya mampu dibeli oleh buruh/masyarakat sebagian kecil saja; dengan kata lain, total nilai uang yang ada di tangan buruh/masyarakat tidak setara (lebih kecil) ketimbang nilai total harga barang-barang yang beredar di pasar. Itulah sebabnya, pada akhirnya, cara produksi kapitalis justru kemudian akan menghambat perkembangan tenaga produktif (manusia dan alat-alat/sarana-sarana produksi).