Solidaritas.net, Jakarta – Permintaan buruh agar pemerintah merevisi kembali besaran nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015 terus berhembus. Bahkan, massa buruh telah mengancam akan kembali melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran berskala nasional dalam waktu dekat ini, jika pemerintah ternyata tidak juga merevisi UMP 2015 yang telah ditetapkan tersebut.

Para buruh beranggapan besaran nilai UMP 2015 itu tidak sesuai lagi dengan kebutuhan mereka saat ini. Pasalnya, survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar dari penetapan upah buruh dilakukan sebelum harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinaikan oleh pemerintah, yang otomatis menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok. (Baca juga: Buruh Depok Demo Tolak Kenaikan Harga BBM)
“SK (Surat Keputusan) UMP kita minta direvisi, karena itu ditetapkan setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Akibat kenaikan harga BBM ini, harga-harga kan jadi naik. Kalau pemerintah batalkan kenaikan BBM pun apakah harga barang-barang nanti bisa turun? Saya rasa tidak. Makanya UMP-nya yang harus direvisi,” ucap Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Djoko Heriyono di Jakarta pada Jumat (5/12/2014), seperti dilansir Liputan6.com.
Djoko juga meminta agar dilakukan kembali survei ulang KHL untuk menetapkan UMP 2015. Namun, jika hal tersebut dianggap akan memakan waktu yang lama, dia memberikan solusi lain agar menggunakan data-data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jika tidak dilakukan revisi, menurutnya daya beli para buruh akan turun, sehingga perputaran uang jadi lambat. (Baca juga: Banyak Daerah di Sumut yang Belum Usulkan UMK)
Selain itu, dia juga menilai kenaikan tunjangan transportasi tidak dapat membantu buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Apalagi, penentuan kenaikannya diserahkan antara pengusaha dengan pekerja (bipatit), karena soal tunjangan transportasi tersebut memang tidak diatur dalam perundang-undangan, sehingga bisa menimbulkan keributan.
Tidak hanya itu saja, Djoko juga menyorot soal pelayanan BPJS Kesehatan yang dinilai sangat berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurutnya, hingga saat ini saja masih banyak kaum buruh yang belum mengetahui proses pendaftaran menjadi peserta BPJS Kesehatan ini. Bahkan, banyak juga yang beranggapan seluruh masyarakat sudah secara otomatis bisa menerima pelayanan BPJS Kesehatan per 1 Januari 2015.
“Ada ketentuan harus mendaftar dan membayar iuran. Ini akan menjadi masalah besar sebab sistem yang digunakan adalah sistem aktivasi kepesertaan. Kalau belum daftar, belum bisa jadi peserta, bahkan meskipun sudah punya kartunya, tetapi belum diaktifkan juga belum bisa. Sampai sekarang saja masih banyak yang belum terdaftar. Bahkan buruh saja ada jutaan orang,” lanjut Djoko lagi soal BPJS Kesehatan.
Kemudian, dalam pelaksanaan pelayanan kesehatannya, peserta BPJS Kesehatan juga harus mengikuti tahapan rujukan yang panjang, mulai dari fasilitas kesehatan 1 yaitu puskesmas sampai ke fasilitas kesehatan rumah sakit. Hal ini diyakini akan menyita waktu para pekerja.
“Pelayanan di fasilitas kesehatan 1 dan 2 melayani seluruh penduduk. Di sini saja akan terjadi antrian. Bagi dunia industri, ini akan membuat gaduh dalam hubungan industrial, karena akan ada lost waktu pekerja hanya untuk antri di puskesmas,” tandas Djoko.
Pemerintah sendiri memang telah mewajibkan setiap warga negara, termasuk para buruh untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan per 1 Januari 2015 nanti. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.