Hasil Mediasi Tak Jamin Hak Buruh PT Beesco Indonesia

0

Karawang – Perjuangan para buruh PT Beesco Indonesia di Karawang, Jawa Barat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) menghasilkan anjuran tertulis usai melakukan mediasi yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang. Mediator menganjurkan agar PT Beesco Indonesia memperkerjakan kembali 29 buruh, termasuk juga pimpinan dan koordinator lapangan PTP Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Beesco Indonesia.

Buruh GSBI saat berunjuk rasa (ilustrasi).
Foto: InfoGSBI.org

Para buruh itu dikenai PHK sepihak oleh manajemen perusahaan tersebut dalam rentang bulan November-Desember 2015, dengan alasan telah habis kontrak dan efisiensi. Dalam proses mediasi selama tiga kali, pihak perusahaan tidak bisa menunjukkan data-data sebagai bukti alasan mereka melakukan PHK, saat diminta oleh mediator. Selain itu, alasan efisiensi juga tidak bisa diterima, karena penurunan order produk hanya bersifat sementara dan memang terjadi setiap tahunnya. Selain menganjurkan untuk mempekerjakan kembali para buruh tersebut, mediator juga menganjurkan untuk menerima buruh dengan status pegawai tetap.

“Dalam waktu dekat SBGTS-GSBI PT Beesco Indonesia akan segera menindaklanjuti anjuran mediator tersebut, baik kepada Disnakertrans Kabupaten Karawang maupun kepada pihak perusahaan. Apalagi, pada saat mediasi terakhir pihak perusahaan menyampaikan bahwa sedang menerima atau merekrut buruh dari bulan Mei-September 2016,” ungkap pengurus Departemen Organisasi DPP GSBI, Diki Iskandar, dikutip InfoGSBI.org, Senin (13/06/2016).

Namun sayangnya, anjuran tertulis itu tidak memiliki kekuatan hukum tetap yang mengikat. Berdasarkan peraturan yang berlaku, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), tak mewajibkan pengusaha untuk mematuhinya. Dalam kondisi ini, pihak buruh yang biasanya mau tidak mau harus mengambil langkah hukum dengan menggugat di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.” (pasal 5 UU Nomor 2 tahun 2004).

Proses ini akan berlangsung lama, 8 kali sidang yang minimal berlangsung selama dua bulan di PHI. Jika buruh menang di PHI, biasanya pengusaha akan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Bahkan, mereka juga akan memohon peninjauan kembali (PK) di MA, jika masih kalah. Oleh karena itu, tidak heran jika proses sengketa perburuhan ini bisa berjalan bertahun-tahun. Selain sangat melelahkan, proses ini juga akan mengeluarkan banyak biaya, waktu, dan tenaga yang sulit dijalani oleh kelompok buruh yang sudah tidak diupah oleh pengusaha. Apalagi, buruh di Jawa Barat harus bolak-balik ke Bandung untuk menjalani sidang di PHI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *