Ikatan Hakim Indonesia Gagas Pembentukan Polisi Pengadilan untuk Tangkap Para Pengkritik

0
gedung hakim
Foto ilustrasi. Kredit: Detikcom.

Solidaritas.net, Jakarta – Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mengusulkan dibentuknya Polisi Pengamanan Peradilan. Gagasan ini dituangkan dalam RUU Contempt of Court (CoC) yang sudah masuk ke meja DPR.

“Polisi Pengamanan Peradilan merupakan pengaman penyelengaraan peradilan yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana terhadap penyelengaraan peradilan dan melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terhadap penyelengaraaan peradilan,” demikian bunyi Pasal 15 ayat 1, 2a dan 2b RUU CoC dikutip dari detikcom, Minggu (20/12/2015).

Tindak pidana yang dimaksud adalah: “setiap perbuatan bersifat intervensi, tindakan, sikap, ucapan, tingkah laku dan/atau publikasi yang bertendensi dapat menghina, merendahkan, terganggunya, dan merongrong kewibawaan, kehormatan dan martabat hakim atau badan peradilan,” (Pasal 1 Ayat 1 RUU CoC)

Kritikan juga merupakan jenis tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24:

“Setiap orang yang mempublikasikan atau memperkenankan untuk dipublikasikan proses persidangan yang sedang berlangsung, atau perkara yang dalam tahap upaya hukum, yang bertendensi dapat mempengaruhi kemerdekaan atau sifat tidak memihak hakim, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.”

Dalam menegakan aturan ini, polisi pengadilan diberikan hak untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana terhadap penyelengaraan peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Juga meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana terhadap penyelengaraan peradilan.

“Menangkap dan menahan dengan koordinasi dan pengawasan penyidik Polri sesuai KUHP dengan mengindahkan ketentuan dalam UU ini,” demikian bunyi Pasal 15 ayat 2 huruf f.

Selain itu, polisi pengadilan ini juga berhak menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana terhadap penyelenggaraan peradilan. Setelah dirasa cukup, hasil penyidikan diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diadili di persidangan. Namun apabila jaksa menolak dan mengembalikan berkas ke polisi pengadilan,UU CoC ini memberikan kewenangan kepada ketua penggadilan untuk menilainya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *