Imam Masjid New York: Donald Trump Itu Rasis, Anti Imigran dan Anti Islam

imam masjid newyork
Shamsi Ali.

Solidaritas.net, AS – Imam Masjid New York, Shamsi Ali memprotes kehadiran dua pimpinan DPR, Fadli Zon dan Setya Novanto di acara konferensi kampanye kandidat presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Salah satu alasannya, karena Donald Trump itu terkenal rasis, anti imigran dan anti Islam pada khususnya di kalangan kelompok imigran di AS.

“Donald Trump itu oleh komunitas immigran secara umum dianggap rasis. Dalam berbagai statemennya Donald Trump sangat anti imigran dan anti Islam khususnya,” kata Shamsi, di status Facebooknya.

Ia juga membeberkan pengalaman pertemuannya dengan Donald Trump tiga tahun lalu. Pertemuan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Donald Trump dalam wawancara dengan Fox News. Saat ditanya pendapatnya mengenai Islam dan komunitas Muslim di AS, Donald Trump menjawab: “Islam itu masalah. Dan komunitas Muslim itu berbahaya.” (Baca juga: Memalukan , Pimpinan DPR Datang Di Kampanye Donald Trump)

Berkat bantuan pesohor Hollywood, Russel Simmons, Shamsi Ali berhasil menemui Donald Trump untuk berdialog. Dalam perkenalan awal, Donald Trump mengulurkan tangan sambil tertawa dan saat ditanya, ia mengatakan: “saya tidak pernah bermimpi untuk ketemu dengan seorang Muslim yang tersenyum.”

“Mendengar itu terus terang saya agak tersinggung. Sebab saya yakin saya lebih sering senyum dari Donald Trump,” kisah Shamsi di status Facebook resminya, Jumat (4/9/2015).

Dalam pertemuan itu, Shamsi Ali mengingatkan agar Donald Trump tidak menilai 1,6 miliar muslim hanya dari media atau televisi. Russell juga mengemukakan keberatannya atas sikap Donald yang mendiskreditkan Islam, padahal tidak mengenal agama Islam.

“Sejak itu memang DT hampir tidak pernah lagi berbicara mengenai Islam. Tapi pendukung fanatik DT adalah mereka yang saat ini sedang mengalami euphoria untuk mengalahkan Barack Obama (presiden non putih). Mereka rata-rata anti Islam secara khusus dan immigran secara umum,” kata pria yang berstatus permanent resident AS ini.

Ia menyayangkan pejabat tinggi dari sebuah negari Muslim terbesar di dunia justru menemui Donald Trump di saat kampanye.

“Bagi kami, terpilihnya seorang presiden terkait dekat dengan kenyamanan hidup kami. Komunitas Muslim di Amerika cukup traumatis dengan presiden yang memiliki persepsi salah, atau boleh jadi kebencian, terhadap Islam dan pengikutnya. Cukuplah selama 8 tahun di bawah presiden G.W Bush komunitas ini ditekan sedemikian rupa,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan