Sukabumi – Lagi-lagi terjadi kasus di mana pengusaha terlambat membayarkan upah buruh, bahkan dalam kasus ini upah buruh dicicil selama sebulan. Akibatnya, buruh PT Pilar Putra Sejati (PPS) Sukabumi, Jawa Barat menggelar aksi mogok kerja, Jumat (10/06/2016). Mereka menghentikan semua proses produksi dan berkumpul di halaman pabrik garmen tersebut. Aksi mogok kerja itu mereka lakukan, karena perusahaan tidak membayarkan gaji secara penuh pada waktu yang disepakati selama dua bulan terakhir. Hal tersebut terjadi sejak bulan Mei 2016 lalu, dan berlanjut pada Juni 2016.
Buruh GSBI dalam salah satu aksi unjuk rasa. Foto: InfoGSBI.org |
“Seluruh buruh PT PPS menghentikan proses produksi secara spontan karena tantangan dari pihak perusahaan sendiri, sehingga mesin semua berhenti dan semua kompak berkumpul di halaman pabrik dengan tertib,” ungkap Ketua Pimpinan Tingkat Perusahaan Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu (PTP SBGTS) Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) PT PPS, Zaenal Abidin, seperti dikutip Solidaritas.net dari InfoGSBI.org, Jumat (17/06/2016).
Menurutnya, pada bulan Mei 2016 lalu, pihak perusahaan PMA dari Korea yang mengerjakan produk garmen merek internasional seperti Nike dan Adidas untuk pasar ekspor itu tak tepat dalam membayar upah para buruh, dan mengalami keterlambatan. Manajemen perusahaan hanya membayarkan setengah dari gaji buruh pada tanggal 10, sedangkan sisanya dibayar seccara bertahap hingga tanggal 24 Mei 2016. Terkait hal tersebut, GSBI sudah melakukan klarifikasi dan desakan pada pihak perusahaan, namun sama sekali tidak ada keputusan.
Kemudian, GSBI mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak perusahaan pada tanggal 9 Juni 2016, yang menjelaskan bahwa jika pembayaran upah tidak diberikan secara penuh setiap tanggal 10 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perusahaan, maka buruh akan melakukan mogok kerja pada Senin, 13 Juni 2016. Namun, ternyata tidak ada juga jawaban dari pihak perusahaan, hingga pembayaran upah pada tanggal 10 Juni 2016.
“Malah manajemen perusahaan menjawab dengan mempersilahkan demo buruh dilakukan langsung pada hari ini juga melalui pengumuman yang disampaikan langsung kepada buruh oleh pihak perusahaan. Maka atas pengumuman dan tantangan pihak perusahaan tersebut, tadi secara spontan seluruh buruh pun langsung berbondong-bondong keluar meninggalkan tempat kerjanya dan berkumpul di halaman pabrik. Alhamdulillah, setelah produksi berhenti dan buruh tertib berkumpul di halaman pabrik, berkat kekompakan dan persatuan buruh, akhirnya perusahaan langsung mengabulkan tuntutan serikat, di mana upah tetap diberikan secara full 100% pada hari ini juga, yaitu tangal 10 Juni 2016,” tambah Zaenal menjelaskan.
Tahukah Anda bahwa saat ini buruh dapat menuntut denda atas keterlambatan pembayaran upah karena telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Pasal 18, disebutkan bahwa ‘Pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh’. Menurut aturan itu, jika terjadi keterlambatan, maka pengusaha harus membayar denda, selain juga segera menyelesaikan pembayaran upah. Jadi sebenarnya, buruh PT PPS dapat menuntut denda atas keterlambatan upah sesuai dengan peraturan tersebut.
Besaran denda adalah 5% per hari dari total upah untuk keterlambatan 4-8 hari. Jika lebih dari 8 hari, maka denda ditambah 1% per hari, dengan ketentuan selama sebulan tidak boleh melebihi 50% dari total upah. Setelah sebulan upah masih belum dibayar, maka denda ditambah bunga sesuai bank pemerintah.
Meskipun peraturan ini terkesan dipaksakan oleh pemerintah, namun ternyata pemerintah sendiri tidak gencar melakukan sosialisasi ke kalangan pengusaha. Terkesan pemerintah hanya menggunakan PP No. 78 tahun 2015 untuk menekan kenaikan upah buruh di mana terbukti upah buruh tahun 2016 hanya naik sebesar 11,5 persen di seluruh Indonesia karena pemberlakuan peraturan ini.