Ini Cerita Buruh Yang Ditangkap Polisi Saat Demonstrasi di Batam

0
Solidaritas.net, Batam – Kamis, 28 Oktober lalu, enam orang buruh di Batam ditangkap oleh polisi saat berusaha mengajak rekan-rekan sesama buruh di Kabil Industrial Estate (KIE) berunjuk rasa bersama.

Satu dari keenam buruh yang ditangkap adalah koordinator lapangan (Korlap) aksi, Ujang Rahmat. Ia dan lima buruh lainnya langsung digelandang oleh polisi ke suatu tempat.

Ujang Rahmat menuturkan kepada Solidaritas.net, kejadian-kejadian penangkapan dirinya.

Jam 5 pagi, 6 orang buruh mulai berusaha masuk ke bandara Hangnadim meski sempat bersitegang dengan polisi. Saat mereka keluar dari bandara, 1000 massa buruh Batam Centre sudah menunggu di lampu merah arah bandara.

Jam 12 siang, massa dari kawasan Kabil dan Panasonic datang hingga terkumpul 3000 massa. Kemudian, massa bergerak ke arah Kabil untuk bersilahturahmi dengan buruh di sana. Di Kabil Industrial Estate (KIE), aparat Brimob bersama TNI dan preman sudah menanti. Aparat tidak mengizinkan buruh masuk.

Terjadi ketegangan di antara kedua belah pihak. Buruh berusaha masuk hingga pagar kawat terbalik. Ketegangan dipecahkan oleh pengumuman dari pengeras suara polisi yang menyuruh anggota polisi bersiap menunggu komando.

“Terjadi tembakan gas air mata dan lemparan batu. Akhirnya massa bubar mundur dan ada enam orang ditangkap termasuk saya sendiri,” terang aktivis buruh yang juga menjabat sebagai Sekretaris PUK SPAI FSPMI PT BintanBersatu Apparel ini, Jumat (29/11)

Ujang ditangkap sekitar 500 meter dari tempat kerusuhan. Ia dikejar oleh polisi anti huru-hara yang membawa sepeda motor sambil menodongkan senapan gas air mata ke wajah uang.

“Di situlah saya dikeroyok oleh aparat anti huru-hara dan dibawa lagi ke tempat kejadian kerusuhan memakai motor polisi. Dan diturunkan dikerumunan polisi. Terjadilah tendangan-tendangan yang mengenai bagian perut, kaki dan punggung saya. Tiba-tiba ada satu anggota TNI yang berlari ke arah saya sambil melayangkan tendangan ke pinggang saya,” lanjutnya lagi.

Ia dibawa ke sebuah  pos sekuriti. Sampai di pos tersebut, seorang polisi melayangkan pentungan ke dadanya.

“Saya terjatuh sambil memegangi dada saya. Saya dimasukan ke toilet. Setelah 30 menit, saya disuruh keluar dan dibawa masuk ke mobil. Terus dibawa ke klinik dan lalu ke kantor Polsek untuk di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan—red) sampai jam 11.30 malam),” Ujang mengakhiri ceritanya.

Sementara, rekan-rekan buruh lainnya menunggui Ujang di luar kantor polisi. (Baca juga: Buruh Batam Tolak Rekomendasi UMK Batam)

Provokasi Preman

Sekretaris Pimpinan Cabang (PC) SPAI-FSPMI Batam, Teguh menambahkan, buruh sempat bernegosiasi dengan polisi. Pihak kepolisian setuju untuk mengeluarkan buruh dari kawasan Kabil, namun janjinya tidak ditepati.

“Ada beberapa preman yang menyusup ke dalam kerumunan yang melemparkan batu-batu kepada polisi,” katanya, Jumat (29/11).

Teguh juga menyesalkan represi polisi karena banyak perempuan yang mengikuti aksi tersebut, bahkan banyak tembakan yang mengenai warga sekitar.

“Rumah warga pun terkena asap sehingga ada seorang ibu-ibu dan anak bayi pingsan akibat menghirup gas tersebut. Polisi dan TNI malah semakin brutal, banyak demonstran yang kena pukul tak pandang bulu. Beberapa wanita pun dihajar mereka.”

Represi terus berlanjut keesokan harinya, Jumat (29/11). Saat buruh dari kawasan Tanjung Uncang berniat melakukan aksi solidaritas ke PT Sentek, mereka dihadang oleh sekitar 30 preman yang membawa samurai.

“Preman berhasil dipukul mundur oleh kawan-kawan buruh Tanjung Uncang, 4 orang ditangkap dan yang lainnya kocar-kacir. Hanya saja ada anggota yang kena sambar pedang di tangannya. Untungnya tidak terlalu parah,” jelasnya lagi. (Rn)

***

Foto: Salah seorang buruh yang ditangkap oleh polisi (Kredit: batamtoday.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *