Solidaritas.net -Dalam menjalankan roda organisasi serikat buruh, satu hal yang menjadi bagian penting adalah pendanaan bagi serikat buruh, sumber pendanaan berasal dari iuran anggota. Tiap serikat buruh memiliki kebijakan yang berbeda, baik dalam menentukan besarnya iuran, maupun metode pemungutan iuran.
Tentang iuran serikat buruh ini juga dilindungi dan diatur dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 104 ayat (2) dan UU no.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh ayat 30. Ada tiga cara yang biasa dilakukan serikat buruh untuk melakukan pemungutan iuran dari anggotanya, yaitu melalui pemungutan langsung, pemungutan melalui pemotongan gaji dan pemungutan melalui auto debet rekening bank.
Cara pertama, anggota mendatangi kantor serikat pekerja untuk membayar iuran secara langsung, atau sebaliknya, pengurus serikat mendatangi anggota untuk memungut iuran.
Sementara, pemungutan melalui pemotongan upah diatur secara khusus dalam Kep.187/MEN IX/2004 dan dilakukan oleh pengusaha setelah ada kesepakatan bersama. Cara ketiga, melalui fasilitas auto debet oleh bank melalui rekening pribadi anggota yang pengurusannya dilakukan masing-masing anggota secara pribadi dengan pihak bank. Meski demikian cara ini sangat jarang digunakan karena lebih sulit diterapkan, misalkan saja tidak mudah untuk meminta dan memastikan seluruh anggota mengurus permohonan fasilitas auto debet di bank.
Cara kedua dan ketiga ini, meski memudahkan proses pemungutan iuran, memiliki dampak kurang baik bagi serikat buruh, misalnya dengan cara kedua, pengusaha dapat mengukur kekuatan serikat buruh dari sisi jumlah keanggotaan. Kedua cara ini juga membuat berkurangnya intensitas komunikasi diantara anggota dan pengurus, sebab pengurus tidak harus bertemu langsung dengan anggota disaat pemungutan iuran. Dengan berkurangnya intensitas komunikasi diantara pengurus dan anggota, seiring berjalannya waktu maka sering kali anggota menjadi semacam “konsumen” bagi jasa yang diberikan serikat buruh dengan membayar sejumlah iuran.
Sedangkan cara pertama, dengan memungut iuran langsung pada anggota, juga memiliki kesulitan tersendiri, misalnya saja harus memungut langsung yang kadang seperti proses “menagih hutang” jika anggota tidak memiliki kesadaran sendiri mendatangi kantor serikat pekerja untuk membayar iuran. Juga, adanya keharuskan meluangkan waktu tersendiri, tetapi cara ini memiliki nilai positif bagi proses pengorganisiran. Kepengurusan akan “dipaksa” berkembang bagi kepentingan pemungutan iuran, misalkan perlu membentuk koordinator per bagian, per shift bahkan juga per gedung untuk melaksanakannya.
Demikian juga dalam hal komunikasi, seringkali anggota serikat buruh, dikarenakan perbedaan tingkat kesadaran, sulit untuk meluangkan waktu mengikuti kegiatan organisasi, maka di saat pemungutan iuran inilah komunikasi berjalan langsung antara anggota dan kepengurusan, baik berupa tanya jawab, saran maupun kritik.
Ketiga metode ini tentu memiliki konsekuensi masing-masing, namun dalam pelaksanaan kegiatan organisasi serikat buruh, sebaiknya persoalan pemungutan iuran beserta pemilihan metodenya, selain sebagai jalan memperoleh pendanaan organisasi, juga dipandang sebagai bagian dari proses pengorganisiran.