Solidaritas.net – Jelang peringatan Hari Buruh Sedunia, atau biasa disebut May Day pada 1 Mei 2015 mendatang, kasus buruh kontrak dan pekerja outsourcing masih menjadi salah satu isu yang diangkat oleh kaum buruh. Faktanya saat ini, dalam pelaksanaan hubungan kerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau status pekerja kontrak masih banyak sekali terjadi pelanggaran. Belum lagi soal kesejahteraannya yang sering diabaikan.
Pendapat ini diungkapkan oleh Hendri Agus Priyanto, pengurus Biro Kelembagaan Serikat Pekerja Anggota Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (SPA FSPS) PT Nakajima All Indonesia. Dia berharap, semua serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) berani mengambil sikap terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan PKWT tersebut.
“Selama ini yang terjadi untuk PKWT banyak sekali pelanggaran. Seharusnya serikat pekerja di tingkat perusahaan jeli dan berani mengkasuskan pelanggaran PKWT. Tapi untuk saat ini masih banyak serikat pekerja yang membiarkan pelanggaran tersebut. Untuk pekerja PKWT ini yang seharusnya para serikat pekerja kawal, jangan sampai ada pelanggaran,” ungkap Hendri saat ditanya pendapat soal buruh kontrak oleh Solidaritas.net, Selasa (28/4/2015).
Banyaknya pelanggaran terhadap buruh kontrak ini, menurut Nur Rokhim, Wakil Ketua 1 Bidang Pendidikan Serikat Pekerja Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPAI FSPMI) Pimpinan Unit Kerja (PUK) PT Indofarma Tbk pula, disebabkan oleh kurang tegasnya pemerintah dalam menghukum para pengusaha dan perusahaan yang “nakal”.
“Sebenarnya dalam hal ini Kemenakertrans kurang tegas dalam sanksi bagi pengusaha yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang buruh tenaga kontrak, yang sudah melanggar aturan. Setiap perusahaan wajib melaksanakan dan patuh pada UU Ketengakerjaan. Jadi nasib buruh kontrak bisa jelas ke depannya,” ujar buruh kontrak di perusahaan BUMN tersebut, yang menerima PHK secara sepihak tahun 2012.
Sedangkan, Ketua Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Kalimantan Timur, Herianto berharap buruh kontrak diangkat jadi pekerja tetap. Menurutnya, banyak perusahaan hanya ingin memanfaatkan tenaganya saja, tanpa memikirkan masa depan dan kesejahteraannya.
“Menurut saya buruh kontrak sudah selayaknya dijadikan buruh tetap, karena pada dasarnya buruh kontrak dengan statusnya sebagai kontrak, untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera tidak akan mungkin tercapai. Dengan status kontrak ini, kami melihat pengusaha atau pemodal hanya akan memakai jasanya ketika lagi sehat, masih muda dan tentunya masih masih produktif. Setelah mereka tidak produktif lagi, mereka akan dengan mudah dibuang begitu saja,” ujar Herianto pula memberikan pendapat soal buruh kontrak.
Sementara itu, Sekretaris Umum Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang, Kokom Komalawati dengan tegas meminta pemerintah menghapus sistem buruh kontrak.
“Dalam tuntutan GSBI jelas yaitu hapus kerja kontrak dan outsourcing. Jadi pendapat saya sama, bahwa kerja kontrak harus ditiadakan,” kata Kokom pula kepada Solidaritas.net.