Kafe dan Ruang Belajar Angkringan Tongkrong Nusantara

Solidaritas.net – Menjadi mahasiswa yang terlibat dalam organisasi gerakan dan berjuang untuk mewujudkan cita-cita gerakan memiliki banyak tantangan. Terlebih, ketika sudah mengalami kontradiksi dengan orang tua, di sinilah keimanan sebagai seorang aktivis gerakan diuji. Tidak banyak mahasiswa yang mampu bertahan tetap berjuang di organisasi gerakan dan menjaga ideologi yang kerap di”anaktiri”kan.

angkringan tongkrong nusantara
Suasana diskusi di ATN, 3 Februari 2015.

Sumber dana gerakan menjadi persoalan yang menantang karena banyak dikuasai oleh kaum elit pejabat. Bertahan dan menghidupi organisasi secara mandiri tanpa seenak jidat meminta dana perjuangan kepada kaum elit yang merupakan musuhnya, adalah salah satu kunci keberhasilan perjuangan. Belum lagi desakan orang tua kepada anaknya yang mahasiswa agar cepat lulus dan mencari kerja. Kebanyakan mahasiswa akan mundur dalam situasi seperti ini, memilih jalan tengah, pulang kembali ke orang tua, berkarir, dan hidup enak bahkan bisa sampai lupa dengan apa yang diteriakan saat masih di gerakan. Tidak tahan miskin begitulah watak borjuis kecil seperti kebanyakan mahasiswa.

Atas dasar ingin mempertahankan kemandirian dan ideologi inilah yang membuat beberapa kawan mahasiswa Yogyakarta ini berinisiatif membangun ekonomi mandiri melalui jalan membuka kafe. Tak mau terus menerus mengharapkan dana dari orang tua dan tak mau menjilat-jilat pantat elit lah yang membuat mereka mengambil jalan ini agar tetap berjuang. Beberapa kawan dari ormas Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) Kolektif wilayah Yogyakarta telah merintis kafe bernama Angkringan Tongkrong Nusantara (ATN).

Angkringan Tongkrong Nusantara, kafe yang berada di Jl. Selokan Mataram Yogyakarta ini cukup berbeda dengan kafe pada umumnya yang hanya memikirkan kentungan. Saya ingin menyebut kafe ini adalah kafe ideologi. Ya, kawan-kawan ini tahu betapa jahatnya kapitalisme menindas kehidupan, dan salah satu perjuangan mereka adalah perjuangan melawan kapitalisme dan mengganti dengan masyarakat sosialis. Sehingga, sama halnya menelan ludah sendiri jika konsep atas didirikannya ATN sama seperti kapitalis, yang hanya mengejar keuntungan sendiri. ATN dibangun atas dasar keinginan untuk mandiri dan tetap bertahan dalam garis perjuangan sekaligus menjadi ruang propaganda.

Kawan-kawan kolega ATN ini tidak ingin konsumen hanya menikmati menu makanan dan minuman saja, mereka juga menyediakan menu untuk belajar konsumen. Di sini, adalah tempat kawan-kawan dapat bebas berbicara benar, berdiskusi, dll.

Di kafe ATN ini, tersedia buku-buku yang dapat dipinjam konsumen ketika mendatangi kafe. Buku-buku yang disediakan pun buku-buku tertentu yang sesuai dengan propaganda mereka. Buku yang disediakan paling banyak adalah karya Pramoedya Ananta Toer. Seperti Tetralogi Buru, Gadis Pantai, dan berbagai karya-karya Pramodya Ananta Toer lainnya, maupun terjemahannya seperti novel Ibunda.

Selain buku-buku, di ATN ini juga dapat dijadikan tempat kawan-kawan berdiskusi. Dengan desain kafe yang menyediakan bangku dan lesehan, juga ada panggung. Jadi, bagi komunitas maupun organisasi yang hendak berdiskusi pun akan merasa nyaman. Kafe benar-benar didesain agar ada ruang bisa berdiskui bagi kawan-kawan gerakan khususnya, yang mana di kampus belum tentu mendapatkan mimbar bicara.

Seperti agenda diskusi rutinan Pembebasan Kolwil Yogyakarta yang disebut dengan Sekolah Rakyat (SR). SR yang diadakan dua minggu sekali yang awalnya diadakan di sekretariat organisasi, kini berpindah ke kafe ATN. Selain karena kebaikan hati kawan-kawan yang punya kafe menyediakan ruang belajar, tapi agar kawan-kawan kolega ATN tetap belajar dan menjalankan tugas organisasi meskipun sedang bekerja. Juga sekaligus ajang propaganda, karena konsumen lainnya pun dapat mengikuti diskusi. Ini dilakukan sesuai dengan cita-cita awal membangun ekonomi mandiri untuk kepentingan perjuangan.

Selain dari sisi ruangan dan bahan belajar yang tersedia, juga konsep makanan dan minuman yang disediakan pun enak sebagai teman belajar. Sesuai dengan nama belakangnya Nusantara, ATN menyediakan makanan dan minuman Nusantara. Seperti nasi sambal teri Jogja, nasi sambal teri Medan, pisang goreng Ternate, ada air guraka, Teh Susu Telor, kopi Aceh, Kopi Medan, dan lain-lainnya.

Satu hal lagi yang bisa dijadikan bahan pembelajaran kawan-kawan gerakan hususnya. Dengan latar belakang mereka yang sedang berjuang untuk pembebasan Nasional dan bergerak di dalam organisasi tersebut, dana yang mereka dapatkan tidak serta merta untuk kepentingannya sendiri, melainkan mereka tetap menyisihkan sebagai dana perjuangan organisasi. Ini dilakukan agar tak ada lagi hutang hingga gadai barang apabila ada kebutuhan propaganda dan lainnya. Sembari berjalan waktu, cita-cita ke depan juga kafe ini ingin menjadi dapur untuk pembuatan alat propaganda.

Satu hal yang paling mendasar ditanamkan dibenak kawan-kawan PEMBEBASAN yang membangun kafe ini, yang sedang berjuang untuk masa depan yang lebih baik yakni terwujudnya sosialisme. Bahwa, setiap organisasi kiri harus punya kekuatan mandiri untuk berjuang. Ini diperlukan agar dapat mempunyai kekuatan politik secara mandiri, tanpa menjilat-jilat pantat elit. Seperti kata Pram dalam bukunya Bumi Manusia: “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”

Tinggalkan Balasan