
Solidaritas.net, Tangerang – Saat ini pemerintah tengah menggodok formula khusus untuk mengatur skema penetapan upah buruh. Berkaitan dengan itu, pemerintah juga mendapatkan kritik dan saran dari berbagai pihak, seperti Vice Chief Executive Officer (CEO) PT Eco Smart Garment Indonesia, Anne Patricia Sutanto yang mempertanyakan ketegasan Presiden Joko Widodo mengenai sistem pengupahan sekaligus menyebutkan bahwa kenaikan upah buruh telah memberatkan dunia usaha.
Menurutnya, kenaikan upah buruh telah memberatkan dunia usaha karena saat ini sedang terjadi perlambatan ekonomi domestik. Padahal, dia mengklaim, pengusaha selalu berkomitmen akan menaikkan upah buruh setiap tahun. Selain itu Ia juga menyebutkan bahwa kenaikan upah tidak sebanding dengan produktivitas.
“Kami minta ketegasan dari pemerintah untuk sistem pengupahan. Kami commit (upah) tiap tahun naik. Sementara, sekarang ini kenaikan tidak terukur, kenaikan upah dibanding produktivitasnya. Jadi, kami minta ketegasannya,” katanya pada acara peluncuran program Investasi Padat Karya Menciptakan Lapangan Kerja di PT Adis Dimension Footwear, Balaraja, Tangerang, Banten, dilansir dari viva.co.id, Senin(5/10/2015)
Sementara itu, di tempat yang sama Ketua Dewan Pembina Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Harijanto menyarankan agar dalam penetapan upah buruh, pemerintah tidak memperhitungkannya berdasarkan inflasi, melainkan berdasarkan perhitungan upah negara tetangga.
“Jadi, kenaikan bukan hanya berdasar dari inflasi, tapi kompetisi juga dengan dunia luar. Yang paling penting itu kompetitif,” ujar Harijanto.
Sedangkan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengakui adanya usulan dari pengusaha agar formula kenaikan upah dapat berlaku untuk lima tahun. Artinya, upah tetap naik tiap tahun, namun formulanya akan diberlakukan untuk lima tahun. Sehingga, tidak perlu lagi ada pembahasan kenaikan upah setiap tahunnya.
“Ini akan memberi kepastian kenaikan upah, baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan,” jelasnya dilansir dari Republika.co.id.
Menanggapinya, presiden Jokowi menegaskan, pemerintah segera mengeluarkan formulasi baru pada pertengahan bulan ini. Hal tersebut dalam rangka memberi kepastian bagi pengusaha terkait pemberian upah bagi buruh.
“Saya tahu perusahaan ingin kalkulasi yang pasti. Kepastian ini juga yang ditunggu investor. Kira-kira pertengahan bulan ini akan diselesaikan oleh Menaker (Hanif Dhakiri),” kata Jokowi.
Sementara, politisi Rieke Diah Pitaloka sekaligus anggota DPR RI Komisi IX DPR RI yang membidani ketenagakerjaan ini merilis hasil survey kebutuhan hidup layak jika dirata-ratakan secara nasional adalah sebesar Rp 2.889.933,7 bagi pekerja lajang, Rp 3.645.171 bagi pekerja yang berkeluarga tanpa anak, Rp 4.807.969 bagi pekerja berkeluarga dengan satu anak, dan Rp 5.941.831 bagi pekerja berkeluarga dengan dua anak. Selain itu, diketahui bahwa proporsi pengeluaran belanja terbesar ada pada perumahan sebesar 39% berupa sewa kamar 65%, kompor gas dan LPG 3,6%, dan listrik 11,7%. Lalu, makanan dan minuman sebesar 28% berupa beras 18% dan mie instan 10%, serta yang terakhir yaitu transportasi 23%.