Selama tahun 2016, dunia perburuhan diwarnai berbagai peristiwa yang berdampak pada nasib buruh. Solidaritas.net merangkum berbagai peristiwa, kasus dan kebijakan perburuhan yang terjadi selama tahun 2016.
![]() |
Aksi May Day 2016. Foto: Solidaritas.net |
Kriminalisasi masih menjadi momok yang mengancam kebebasan buruh dalam berserikat dan berpendapat. PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan kembali menekan upah buruh yang tahun ini hanya mendapatkan kenaikan sebesar 8,25 persen. Kenaikan iuran BPJS, buruh kontrak dan pemagangan adalah beberapa kasus yang mewarnai sepanjang tahun 2016.
1. Kriminalisasi Buruh
Kriminalisasi buruh menjadi salah satu kasus yang paling dominan yang menimpa buruh selama tahun 2016. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (DPC PPMI) Kabupaten Karawang, Wahidin, dipukuli dan ditangkap dalam aksi unjuk rasa di PT Juisin, di Bojongmangu, Kabupaten Bekasi pada 23 Februari 2016. (Baca di Demo PT Juishin, Ketua DPC PPMI Karawang Ditangkap Polisi)
Selama 2016, 23 buruh dan tiga aktivis yang ditetapkan sebagai tersangka kasus melawan perintah pejabat, menjalani persidangan. Pada 22 November 2016, 26 aktivis dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Baca di 26 Aktivis Diputus Bebas)
Abdul Hakam dan Agus Budiono, pengurus Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Gresik menjalani hukuman penjara selama tiga bulan pada April 2016 lalu. PT Petrokimia mengadukan keduanya atas tindakan menyampaikan pendapat di muka umum. (Baca di Buruh Anggota KASBI Gresik Dipenjara Tiga Bulan)
Buruh PT Nanbu Plastics Indonesia, Saiful Anam dilaporkan mencemarkan nama baik perusahaan karena menulis status tentang diusirnya seorang buruh kontrak perempuan ke luar pabrik. Ia diduga melanggar Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (3). Saiful menjalani pemeriksaan di Polres Kabupaten Bekasi pada Mei 2016 lalu. (Baca di Lawan Kerja Kontrak, Buruh PT Nanbu Plastic Dilaporkan ke Polisi)
2. Aturan Baru Tunjangan Hari Raya (THR)
Pemerintah menerbitkan peraturan baru mengenai Tunjangan Hari Raya (THR), yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Ini adalah Permenaker turunan dari Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan.
Peraturan ini secara resmi menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam Permenaker 4/1994, pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan. Setelah Permenaker No. 6/2016 diberlakukan, pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapat THR.
Pasal 2 ayat 1 Permenaker No. 6/2016. menyatakan pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan THR sebesar satu bulan upah. Sedangkan pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
“(Masa kerja x satu bulan upah) / 12 = …….” (Baca di Pekerja Kontrak dan Outsorcing Berhak Dapatkan THR)
3. Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Naik
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016, peraturan ini mengatur tentang kenaikan iuran bagi peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran ini terbilang besar karena mencapai Rp20.500.
Besaran iuran bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) naik, tercantum dalam pasal 16 F ayat (1). Iuran untuk ruang perawatan kelas III naik Rp4.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp30,000. Kelas II naik Rp8.500 dariRp42.500 menjadi Rp51,000. Sedangkan iuran kelas 1 mengalami kenaikan Rp20.500 dari Rp59,500 menjadi Rp80,000. Iuran itu mulai berlaku 1 April 2016 yang diatur dalam pasal 16F ayat (2).
Sementara itu, kenaikan besaran iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) naik Rp3.375 dari Rp19,225 menjadi Rp23,000 per orang setiap bulan sudah berlaku sejak 1 Januari 2016. Hal ini diatur dalam Pasal 16A ayat (1) dan ayat (2). (Baca di Tolak Kenaikan Iuran BPJS)
4. Buruh Perempuan Meninggal di Toilet
Seorang buruh perempuan PT Nina II, Sumarni Lidiawati, warga kampung Pasir Kolotok RT 04 RW 12 Kelurahan Cibadak Kabupaten Sukabumi meninggal dalam keadaan duduk di toilet saat bekerja shift malam, Jumat (29/4/2016) sekitar pukul 04.30 WIB. Diduga, Sumarni meninggal akibat sakit. Peristiwa ini menjadi cerminan kerentanan kesehatan buruh, khususnya buruh perempuan, dalam kaitannya dengan kondisi kerja. (Baca di Dipaksa Kerja Shift Malam Saat Sakit, Buruh Perempuan Meninggal di Toilet)
5. Upah Sektoral untuk Pekerja Media
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyerukan seluruh Anggota AJI di Indonesia untuk merayakan dan menggelar aksi May Day 2016, sebagai salah satu langkah agar perusahaan media menjadikan kesejahteraan jurnalis dan pekerja media prioritas utama dan menghentikan segala pelanggaran ketenagakerjaan dengan dalih apapun. Pekerja juga berhak mendapatkan upah tersendiri yang disebut sebagai upah sektoral. (Baca di AJI Tuntut Upah Sektoral Pekerja Media)
6. Buruh Kontrak
Permasalahan buruh kontrak adalah permasalahan yang tak kunjung usai, keberadaan buruh kontrak pun sangat dibutuhkan perusahaan untuk melegalkan upah murah. Serikat Progresip-SGBN memprotes PT Korea Fine Chemical (PT KFC) yang mempekerjakan buruh dengan status kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) di bagian inti produksi. Hal itu dinilai tidak sesuai dengan pasal 56 dan 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menakertrans Kep.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Adapula yang memprotes status kontrak dengan melakukan mogok kerja, seperti yang dilakukan pekerja Awak Mobil Tangki (AMT) PT Pertamina Patra Niaga. Mereka mogok untuk menuntut perbaikan kondisi kerja, salah satunya yaitu pengangkatan status buruh kontrak menjadi PKWTT. Mogok digelar di Jembatan III atau samping PT Pertamina Patra Niaga Depot Plumpang, Jalan Yos Sudarso, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara. (Baca di Tuntutan Terpenuhi, Awak Mobil Tangki Akhiri Mogok Kerja)
Hal serupa dilakukan sopir PT Adhimix Precast Indonesia. Mereka menuntut pengangkatan status kerja menjadi PKWTT karena sudah bekerja hingga 15 tahun. (Baca di Hak Sopir Dilanggar, Buruh PT Adhimix Precast Mogok Kerja)
Sedangkan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak PT Hi-Tech Ink yang juga berstatus kontrak, Mujiyo melakukan penyadaran terhadap buruh kontrak dengan cara membagikan seleberan di kontrakan buruh di sekitar wilayah Jatipilar, Cijingga, Bekasi. (Baca di Melalui Selebaran, ABKM Ajak Buruh Kontrak Berjuang Bersama)
Sementara itu, di tahun ini juga perjuangan Serikat Buruh Metal dan Elektronik-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBME-GSBI) yang dimulai sejak 2013 akhirnya membuahkan hasil. Sebanyak 380 buruh kontrak PT Komponen Futaba Nusapersada (KFN) diangkat menjadi buruh tetap (PKWTT). (Baca di 380 Buruh Kontrak PT KFN Diangkat Menjadi Buruh Tetap)
7. Pemagangan
Tahun 2016 ini diwarnai beberapa kasus yang merugikan buruh magang. Salah satunya adalah penolakan yang dilakukan PT Sankosha Indonesia. Dalam pertemuan antara DPC Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Karawang dengan Manajeman PT Sankosha Indonesia yang digelar di ruang rapat Wakil Bupati Karawang, perusahaan menolak mengangkat 14 orang pekerja magang menjadi pekerja tetap walaupun telah bekerja lebih dari dua tahun. (Baca di PT Sankhosa Indonesia Gunakan Buruh Magang Lebih dari Dua Tahun)
Pelanggaran buruh magang juga terjadi di PT Nanbu Plastics Indonesia. Sejak bulan Agustus PT Nanbu Plastics mulai mempekerjakan puluhan buruh dengan status magang. mereka adalah buruh perempuan asal Jawa Tengah yang baru saja tamat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena terjadi banyak pelanggaran ketenagakerjaan dalam menggunakan tenaga buruh magang, bulan September Peserta magang PT Nanbu Plastics Indonesia melaporkan adanya pelanggaran ketenagakerjaan kepada kepada Dinas tenaga kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi. (Baca di Magang Modus Upah Murah)
8. Kenaikan Upah Minimum Hanya Sebesar 8,25 Persen
PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan mengatur kenaikan upah buruh sebesar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi dengan mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan kata lain, kenaikan upah sebenarnya ditentukan oleh pemerintah. Walhasil, kenaikan upah tahun 2017 ditentukan hanya sebesar 8,25 persen.