Kasus Cek Kosong, Buruh Merasa Dibohongi Pengusaha AICE

buruh aice mogok
buruh aice mogok
Mogok hari pertama buruh AICE 2017

Bekasi – Sejak diprotes Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI), masalah di pabrik es krim AICE, PT. Alpen Food Industry bak gunung es, terungkap satu persatu ke permukaan. Mulai dari permasalahan upah, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, pemberangusan serikat, hingga buruh hamil dipekerjakan pada malam hari dan dugaan kuat terjadi keguguran yang berkaitan dengan kondisi kerja.

Masalah lainnya yang tidak kalah penting adalah pemberian bonus yang diberikan oleh pengusaha AICE dalam bentuk cek kosong. Padahal sudah ada perjanjian bersama antara serikat pekerja dengan pengusaha pada 4 Januari 2019 untuk membayar bonus kepada 600 orang buruh dengan jumlah Rp1.000.000,- per orang.

Pengurus SGBBI, Panji Novembri menjelaskan bahwa itu terjadi sejak aksi buruh mogok di penghujung 2017. Dia bilang, PT AFI melakukan diskriminasi dengan memberikan bonus kepada buruh yang tidak ikut mogok sebesar Rp 1 juta per orang. Melihat kenyataan itu, buruh SGBBI yang mogok juga lantas menuntut haknya atas bonus sebesar Rp 1 juta.

Sejak 2018, mereka terus menuntut agak pengusaha AICE asal Singapura itu juga memenuhi hak buruh yang mogok. Hingga menemui titik terang berupa perjanjian bersama tersebut yang dibayarkan sebesar Rp. 300 juta dalam bentuk cek mundur dan selanjutnya dengan cara cicil sebesar Rp. 25 juta,-per bulan. Cek sebesar Rp. 300 juta dapat dicairkan pada 5 Januari 2020, dan cek-cek sebesar Rp. 25 juta pada bulan berikutnya hingga lunas.

Pasalnya, pengusaha AICE mengaku tidak mampu untuk membayar kontan, sehingga buruh setuju menerima pembayaran cek mundur yang bisa dicairkan setelah satu tahun

“Saat hendak dicairkan pada 5 Januari 2020, cek tersebut ternyata kosong dan tidak bisa dicairkan,” kata Panji Novembri kepada Solidaritas.net pekan lalu.

Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) yang menaungi ratusan buruh yang tergabung dalam SGBBI menyebut cek kosong tersebut diterima oleh buruh dari Liliana Gao, Komite Distributor AICE, yang juga menjabat sebagai Direktur PT AFI pada 2018.

“Nah itu, kita setuju dan kita juga tidak memikirkan inflasi yang penting kita tidak didiskriminasi, kita percaya saja karena sudah dikasih cek, yang berarti sudah dibayar. Kalau melanggar perjanjian, kategorinya wanprestasi, tapi kalau memberikan cek kosong kategorinya dugaan penipuan, tindak pidana,” katanya.

Namun, cek tersebut ternyata tidak ada isinnya alias kosong. Panji bersama kawan-kawan buruh lainnya pernah mengecek di bank untuk dicairkan tanggal 5 Januari 2020 lalu dan memperlihatkan bukti-buktinya.

“Ternyata cek itu resinya tidak terdaftar. Saya sudah berusaha mengonfirmasi kepada pihak perusahaan, namun katanya perusahaan pembayar sudah tutup.”

“Bayangkan saja, kami menunggu selama satu tahun dan tanpa mempedulikan inflasi, tetapi cek tersebut ternyata zonk!” tegas Sarinah.

Saat ini, permasalahan-permasalahan pabrik AICE sudah dilaporkan ke instansi terkait, tinggal menunggu perkembangan penanganannya. Terutama kasus yang tengah mencuat akhir-akhir ini di pabrik AICE tentang dugaan pelanggaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang menyebabkan terjadinya banyak kasus keguguran pada ibu hamil.

Tinggalkan Balasan