Solidaritas.net – Jika kekuatan serikat buruh yang pernah dimiliki diperbaiki dan digunakan sekarang ini, maka TAK LAYAK hanya menuntut 3 juta-an–apalagi di bawah 3 jutaan–di seluruh nasional. Agar (sebaiknya) kita jangan berpikir kompromi (yang TAK SELAYAKNYA) karena merasa tak punya kekuatan; atau menipu diri (dan anggota) seolah-olah landasan menuntutnya sudah ilmiah-rasional-masuk akal-cerdas. Padahal cuma menguntungkan pengusaha, sedangkan bagi kaum buruh: TETAP TAK LAYAK SEBAGAI KESEJAHTERAAN MANUSIA PEKERJA ABAD 21. Tapi, yach, kita tak boleh berkhayal, memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi, kecuali ada generasi kaum pekerja baru yang demokratis, mau belajar, berani dan welas asih.
Coba hitung penurunan daya beli upah buruh selama 17 tahun, dan sesuaikan kenaikan upahnya.
Tuntutan kenaikan upah tidak sekadar rasionalisasi ekonomi saja, tapi membutuhkan juga kekuatan politik (massa) untuk mempertahakan perhitungan rasionalisasi ekonomi tersebut, karena–bila ditilik kesejarahannya–negara (termasuk aparat dan lembaga-lembaganya) beserta pengusahanya terlalu banyak mengambil apa yang telah dihasilkan oleh keringat buruh, dan mengambilnya pun bisa dengan kekerasan (represi) dan Undang-Undang. Rasionalisasi mereka penuh kebohongan. Dan banyak serikat buruh berkompromi dengan hanya mengurangi sedikit saja kebohongan mereka, alias menuntut sedikit saja di atas nilai kenaikan yang diajukan mereka.
BONGKAR!
Serikat-serikat buruh sering mengatakan bahwa penetapan kenaikan upah minimum Jakarta akan menjadi patokan bagi kenaikan upah minimum daerah-daerah lain. Itulah mengapa ketika Gubernur Jokowi menetapkan kenaikan upah minimum Jakarta yang dinilai rendah, tidak seperti tahun sebelumnya, maka ia dijuluki “Bapak Upah Murah”. Sekarang, terjadi kompromi dari serikat buruh sendiri–yakni kesepakatan dari serikat buruh “yang berpengaruh”–dengan bersedia menyepakati kenaikan upah minimum Jakarta 22,9%. Jadi, SEKARANG, bila daerah-daerah lain hendak menuntut kenaikan nilai upah minimum di atas nilai upah minimum Jakarta 2015, misalnya di atas 3,2 juta, AKAN LAH SULIT, kecuali ada TEKANAN MASSA YANG AMPUH. Jadi, siapa sebenarnya “Bapak Upah Murah 2015”, atau siapa sebenarnya “Serikat Buruh Upah Murah” itu?
Apa itu yang dimaksud dengan TEKANAN MASSA YANG AMPUH? Kawan-kawan yang pernah belajar ekonomi-politik pasti paham itu. Yakni: MOGOK NASIONAL BUKAN ABAL-ABAL/GADUNGAN; alias MOGOK NASIONAL YANG BENAR-BENAR MENGHENTIKAN PRODUKSI alias MOGOK NASIONAL SEJATI/TULEN. Dan Mogok Nasional Sejati/Tulen butuh militansi yang tinggi, yang harus dipersiapkan dengan sistematis menggunakan gagasan/propaganda, siasat (yang benar) dan keorganisasian (rinciannya pernah aku rekomendasikan di statusku yang lama sekali.).