Solidaritas.net – Mogok kerja merupakan hak dasar yang dimiliki buruh yang dilindungi dan diatur oleh hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Menurut pasal 137 dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mogok kerja dinyatakan sebagai hak dasar dari buruh dan serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
UU Ketenagakerjaan juga membatasi pelaksanaan mogok kerja dalam pasal 139, yaitu bagi buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, haruslah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.
Selain itu, pasal 140 dalam UU Ketenagakerjaan juga mengatur tata cara administratif, sebagai syarat yang wajib dipenuhi oleh buruh atau serikat buruh, sebelum melakukan mogok kerja, yaitu:
(1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
Terkait dengan upah bagi buruh yang melakukan mogok kerja, pasal 145 dalam UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa:
“Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada 2 syarat yang ditentukan dalam UU Ketenagakerjaan agar buruh tetap mendapatkan upah selama mogok kerja, sebagai upaya membatasi hak mogok kerja, yaitu pertama, mogok kerja yang dilakukan sah secara prosedur, sesuai dengan pasal 139 dan pasal 140 dalam UU Ketenagakerjaaan. Dan kedua, mogok kerja dilakukan dalam rangka menuntut hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, sesuai pasal 145 dalam UU Ketenagakerjaan.
Editor: Andri Yunarko