Komponen Upah Sebagai Dasar Perhitungan Pesangon

ilustrasi pesangon
Pesangon (Ilustrasi). Kredit: jurnalwarga.com.

Solidaritas.net – Dilansir dari Hukumonline, besaran upah untuk pembayaran pesangon, penghargaan masa kerja maupun  penggantian hak, merupakan kewajiban pengusaha yang harus dibayarkan kepada buruh saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).Baik terhadap pemutusan hubungan kerja yang terjadi atas kehendak pengusaha maupun atas kehendak buruh.

Menurut pasal 88 ayat (3) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), upah merupakan wujud penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sehingga kompensasi atas pemutusan hubungan kerja (PHK) juga termasuk dalam kebijakan pengupahan untuk melindungi buruh.

Kewajiban dan dasar perhitungan mengenai uang pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak, tercantum dalam pasal 156 dalam UU Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa:

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangondan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangonsebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerjasebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

(4) Uang penggantian hakyang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (limabelas perseratus) dari uang pesangondan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaanatau perjanjian kerja bersama.

Mengenai komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sendiri, telah diatur dalam pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa:

(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas:
a. upah pokok;
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Sedangkan yang dimaksud dengan tunjangan yang bersifat tetap, merujuk pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja nomor SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah, adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan, yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya, serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti tunjangan isteri; tunjangan anak; tunjangan perumahan; tunjangan kematian; tunjangan daerah, dan lain-lain.

Editor: Andri Yunarko

Tinggalkan Balasan