Konflik Tanah dengan PTPN XIV, Tanaman Petani Takalar Dirusak

0

Solidaritas.net, Takalar – Sejak zaman kemerdekaan Indonesia, konflik tanah masih saja terus terjadi di Tanah Air. Dalam kasus tersebut, kaum petani selalu menjadi korban perampasan lahan oleh pihak-pihak yang berkuasa, serta memiliki kekuatan dan modal, baik swasta maupun pemerintah. Kasus perampasan lahan itu juga dialami oleh para petani Takalar di Pakkawa’, Desa Parang Luarak, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

petani takalar lawan TNI
Pengamanan TNI menghadapi petani yang menolak tanahnya diambil-alih di Takalar, 2 Desember 2013. Sumber foto: KPA.or.id.

Konflik tanah tersebut terjadi antara para petani dengan Pabrik Gula Takalar milik PTPN XIV, yang notabene merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Sejak terjadinya konflik, para petani di daerah itu selalu menjadi korban. Pasalnya, pengelola pabrik gula milik pemerintah tersebut sudah beberapa kali merusak tanaman para petani dengan mengolah lahan yang sedang bermasalah itu. Hal yang sama juga kembali terjadi pada Rabu (29/4/2015) lalu.

“Pihak PTPN kembali menghancurkan tanaman petani di atas lahan yang luasnya sekitar 1,5 Ha,” kata Dg Ke’nang, salah seorang petani yang dirusak tanamannya tersebut, seperti dikutip oleh Solidaritas.net dari akun Facebook aktivis tani, Saleh A-Ali, Kamis (30/4/2015).

Berdasarkan informasi yang didapatkan, pihak PTPN XIV mengirim dua orang karyawannya untuk mengolah lahan tersebut dengan buldozer, sekitar pukul 09.30 waktu setempat. Mereka dikawal oleh seorang polisi, seorang tentara dan sekitar 10 petugas dari Brimob. Akibatnya, tanaman petani pun menjadi rusak dan rata dengan tanah, seperti tanaman wijen, ubi jalar dan kacang panjang, dengan kerugian yang ditaksir mencapai Rp 10 juta.

“Sekitar 20 orang petani sempat meminta kepada pihak perusahaan agar lahan tersebut jangan diolah dulu, dengan alasan masih ada tanaman di dalamnya dan sudah tidak lama lagi akan panen, lagi pula masih banyak lahan lain yang kosong,” lanjut keterangan itu.

Namun, pihak PTPN XIV tetap melanjutkan aksi mereka. Bahkan, kemudian datang lebih banyak lagi karyawan pabrik tersebut untuk membantu pengolahan lahan secara paksa itu. Para petani pun sempat adu mulut dengan para karyawan tersebut. Namun, karena kalah jumlah, apalagi karyawan dari PTPN XIV itu juga dikawal oleh pihak keamanan, bahkan menambah jumlah petugas Brimob ke lokasi tersebut, akhirnya membuat mereka pasrah.

Padahal, menurut keterangan tersebut, tanaman yang ditanam oleh Ke’nang dan petani lainnya itu sudah ditanam selama sekitar empat bulan. Namun, sekarang semuanya sudah rata dengan tanah. Sebelumnya, kasus yang sama juga terjadi pada pertengahan April 2015 lalu. Sekitar 200 Ha lahan di Parang Luarak dan Baguya yang telah ditanami, juga dirusak oleh pihak PTPN XIV sehingga merugikan petani hingga Rp 1,5 miliar.

“Konflik PTPN XIV vs petani di Polongbangkeng Utara seakan tak ada jalan terang dan tak jarang merugikan petani, bahkan semakin menyengsarakan petani,” tambah info tersebut.

Bahkan, keberadaan pihak keamanan yang seharusnya membela rakyat, malah membuat para petani semakin dipojokkan, karena mereka turut membantu pihak pabrik. Para petugas polisi dan tentara itu membuat petani menjadi takut dengan intimidasi yang bisa terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *