KontraS Aceh Tuntut Pelanggaran HAM Masa Lalu Diusut

0
Banda Aceh –
Pada masa lalu Aceh merupakan daerah konflik yang kemudian ditetapkan
sebagai Daerah Darurat Militer (DM) pada 19 Mei 2003. Saat itu presiden
Indonesia, Megawati Soekarno Putri memberikan izin pelaksanaan darurat militer selama
6 bulan melalui Keppres No 28/2003 dengan mengirimkan 30.000 pasukan militer
dan 12.000 polisi untuk bertugas di Aceh. Pemegang komando utamanya Penguasa
Daerah Darurat Militer di bawah Kodam Iskandar Muda.
Aksi massa di Aceh (Foto: KontraS)

Sejak saat itu, mulai diterapkan penggunaan KTP
baru yang dikenal dengan KTP merah putih yang harus dibawa semua penduduk Aceh
untuk membedakan pemberontak dan warga sipil dan juga penempatan beberapa camat
di daerah basis konflik dari pihak TNI.

Keberadan organisasi masyarakat sipil
diperintahkan untuk menghentikan operasinya dan meninggalkan wilayah Aceh serta
aktivitas media yang pemberitaannya harus diseleksi oleh media center PDMD dan
dilarang melakukan pemberitaan dari kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Seluruh bantuan harus dikoordinasikan di Jakarta melalui pemerintah.
Akibat penerapan DM di Aceh berbagai kasus
pelanggaran HAM terjadi baik itu berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan
orang secara paksa, pelecehan seksual, pemerkosaan dan penangkapan tanpa proses
hukum serta pembredelan organisasi masyarakat sipil di Aceh. Penguasan DM
selain melakukan pernyerangan terhadap kelompok GAM juga membentuk Front
masyarakat sipil untuk melakukan perlawanan terhadap GAM dengan cara melakukan
ikra-ikra kesetiaan kepada NKRI.
Menurut data Komnas HAM yang pada saat Darurat
Militer di Aceh membentuk Tim Ad Hoc Aceh yang bertugas melakukan investigasi
terhadap peristiwa pelanggaran HAM, mencatat setidaknya ada 70 kasus dari 8
kabupaten/kota yang dilakukan pemantauan, akan tetapi sampai saat ini tidak
jelas bagaimana perkembagan dari kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut.
Selain menyebabkan timbulnya korban pelanggaran HAM,
penerapan DM di Aceh juga menelan begitu banyak Anggaran Negara yang hingga
hari ini tidak pernah dilakukan audit terhadap penggunaan dana perang tersebut.
Hari ini, Aceh sudah menjadi daerah Pasca Konflik
yang sedang menikmati proses perdamaian, lewat perjanjian perdamaian MoU
Helsinki pada 15 Agustus 2005. Pasca perdamaian, Aceh sedang membangun citra
lewat perdamaian dan penerapan syariat islam.
Tetapi perdamaian Aceh belum dibarengi dengan
pemenuhan hak terhadap korban pelanggaran HAM di masa lalu. Oleh karena itu,
dalam aksi #‎MasihIngatMei: Merawat Damai Tanpa
Melupakan Masa Lalu, massa menuntut peradilan HAM dan KKR Aceh Harus diselenggarakan sesuai
amanah Kontitusi.

“Agar semua pelanggaran HAM Aceh di masa lalu dapat
segera diselesaikan dengan cara berkeadilan dan martabat guna memberikan
pemenuhan terhadap hak korban pelanggaran HAM di Aceh,” tegas penanggung jawab aksi,  Hendra
Saputra, Kamis (19/5/2016).

Massa juga menuntut agar
Komnas HAM segera menindaklanjuti semua temuannya saat melakukan pemantuan DM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *