
Solidaritas.net, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam brutalitas anggota polisi Polda Metro Jaya yang melakukan pembubaran paksa disertai dengan kekerasan dan tindakan tidak manusiawi lainnya dalam merespon aksi demonstrasi ribuan buruh untuk menolak PP Nomor 78 tentang Pengupahan, di depan Istana Merdeka, Jumat (30/10/2015) malam. Dalam aksi tersebut sebanyak 25 orang ditangkap dan memperoleh tindak kekerasan. Dua di antaranya adalah tenaga bantu LBH Jakarta.
Pasalnya tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang mana dalam Pasal 13 (3) UU tersebut justru memberi amanat bagi institusi polisi untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. Lebih jauh, penyampaian pendapat tersebut juga dijamin melalui Pasal 28F UUD 1945, dan Pasal 14 atas UU Nomor 39 Tahun 1999 yang merupakan terjemahan dari Pasal 19 Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) bahwa “Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan (pihak lain),”. Komentar Umum Komite HAM PBB memberikan tafsir dari pasal ini yaitu guna mengklaim hak asasi manusia lainnya, permintaan akses ke layanan penting dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka (CCPR/C/GC/34).
KontraS juga menilai, Polda Metro jaya telah gagal mengemban amanat Kapolri yang tertuang dalam beberapa peraturan internal. Pertama, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya Pasal 6 (bagian b) yang menjamin manifestasi pendapat dimuka umum.
Kedua, Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum khusus pada Pasal 3 (asas proporsionalitas dalam upaya penanganan bagi peserta penyampaian pendapat yang bertindak anarkis serta upaya perlindungan hukum bagi peserta penyampaian pendapat yang tidak masuk dalam kategori bertindak anarkis sebagaimana yang dimaksud di atas), Pasal 9 (memberikan pelayanan secara profesional, menjunjung tinggi HAM, asas legalitas, asas praduga tak bersalah, pelayanan pengamanan), Pasal 28 (larangan mengenai tindakan yang spontanitas, emosional, dan mengakibatkan terjadinya kekerasan juga pelanggaran HAM), dan Pasal 31 (upaya pembinaan dalam penyelenggaraan, pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat dimuka umum). Konsiderasi lainnya adalah Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa yang jelas melarang anggota untuk melakukan tindakan kekerasan maupun terpancing dengan perilaku massa (Pasal 7 ayat 1).
Dalam hal ini, KontraS amat menyoroti teknik dan pelaksanaan evaluasi penggunaan kekuatan maupun ruang negosiasi yang dilakukan anggota Polda Metro Jaya dalam mengendalikan massa aksi yang belum membubarkan dirinya pasca pukul 18.00 WIB. Penggunaan ukuran dari asas Proporsionalitas, Legalitas, Akuntabilitas dan Kebutuhan (Necessity) tidak nampak betul dari peristiwa penangkapan ke-25 orang, termasuk kesembronoan polisi dalam menangkap dan menuduh dua pengacara publik LBH Jakarta dengan tuduhan menggiring massa aksi melakukan tindakan anarkisme yang tidak bisa dibuktikan.
Oleh karena itu KontraS mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti untuk:
- Menindak tegas, terutama tindakan hukum, terhadap anggota Polda Metro Jaya yang diketahui melakukan tindakan kekerasan dan tindakan tidak manusiawi lainnya dalam upaya pembubaran paksa aksi demonstasi buruh yang bertentangan dengan Perkap No 7/2012, Perkap No. 8/2009 dan Perkap No. 16/2006.
- Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran kesatuan Polda Metro Jaya, karena telah gagal mengemban amanat sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 13 UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 14 UU No. 39/1999 tentang HAM dan komitmen Polri di dalam Perkap No. 8/2009 tentang HAM.
- Segera menghentikan upaya penahanan sewenang-wenang terhadap 25 orang peserta aksi yang masih ditahan oleh anggota Polda Metro Jaya, serta upaya kriminalisasi yang sedang berlangsung terhadap mereka.