Solidaritas.net | Jakarta – Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI) mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla dalam bidang ketenagakerjaan yang dinilai belum sesuai dengan visi dan misi pasangan ini dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu. Hal ini disampaikan oleh Presidium KPBI Indra Munaswar dalam acara Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2014 KPBI, Selasa (23/12/2014), di Hotel Ibis Senen, Jakarta.
“Kebijakan ketenagakerjaan pemerintahan era Jokowi baru “lompat pagar”, yang lainnya belum kelihatan. Padahal, Jokowi punya visi dan misi yang harus dijalankan,” kata Indra.
Ia merujuk pada aksi lompat pagar Menakertrans Hanif Dhakiri saat menyidak tempat penampungkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal di Tebet, Jakarta Selatan, yang ramai diberitakan media pada 5 November lalu.
Pihaknya meminta pemerintah menciptakan mekanisme proteksi untuk melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang tinggal hitungan hari. KPBI juga mengkritik kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan gagal mengendalikan inflasi. (Baca lainnya: Dituduh Penggelapan, Titis Dipecat McDonald’s Tanpa Pesangon)
Presidium KPBI, Surya Tjandra mengatakan pemerintah perlu mengatasi masalah pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan.
“Pengangguran kita sudah mencapai angka 7 persen secara nasional dan sebagian besar mereka berusia produktif 19-24 tahun. Dan bayangkan saja, banyak sarjana-sarjana D3 dan S1 kita yang jadi pengangguran,” kata Surya.
Meski Pemerintah Jokowi-JK dinilai belum berhasil, KPBI menolak upaya inkonstitusional yang hendak melengserkan pemerintahan yang dipilih melalui proses demokratis Pemilu. (Baca lainnya: Tuntutan Buruh PT Jogja Tugu Trans Berujung PHK)
“Kami akan bersikap kritis terhadap pemerintah dan memastikan hasil dari Pemilu demokratis ini tidak dihentikan di tengah jalan,” imbuhnya.
(Baca selanjutnya di halaman 2)
KPBI mendesak Pemerintahan Jokowi-JK untuk menjalankan janji politiknya, sebagai berikut:
- Melaksanakan segera program dan kegiatan untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan mengatasi pengangguran, bukan hanya pembangunan infrastruktur belaka, khususnya pengangguran terdidik di usia produktif 19-24 tahun dan mendorong pemanfaatan bonus demografi yang sedang dinikmati di Indonesia.
- Mencabut dan setidaknya menunda pelaksanaan MEA pada tahun 2015, sebelum pemerintah membentuk mekanisme proteksi bagi tenaga kerja dalam negeri.
- Menetapkan penerima KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau dalam undang-undang disebut Peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) bagi fakir miskin dan orang tidak mampu dari semula 86,4 juta jiwa menjadi 125 juta jiwa; dan meningkatkan besaran iurannya yang semula Rp. 19.225/jiwa menjadi Rp. 25.500/jiwa.
- Mendorong kerja sama yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah khususnya untuk memastikan terwujudnya anggaran kesehatan harus sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan perintah UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
- Memerintahkan untuk mencabut Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 tahun 2014 tentang INA-CBG’s karena bertentangan dengan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan mengembalikan mengenai penentuan tarif kepada mekanisme penetapan besaran tarif berdasarkan kesempatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di setiap daerah.
- Segera merealisasikan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) yang tertunda, seperti PP tentang Pengupahan, PP tentang Jaminan Pensiun, PP tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.