Jakarta – Dua ratusan massa Komite Perjuangan Perempuan Rakyat (KPPR) melakukan aksi jalan kaki dari Patung Kuda Indosat menuju Istana Negara, Selasa (8/3/2016), Jakarta. KPPR yang dibentuk oleh unsur-unsur Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI) menyuarakan “perempuan dan rakyat melawan kapitalisme, militerisme dan budaya patriarki”.
Pembangunan Indonesia yang mengikuti keinginan pasar berdampak buruk bagi rakyat, khususnya kaum perempuan. Hanya 28 persen perempuan yang mendapatkan akses ke lapangan pekerjaan di negeri-negeri berkembang. Sementara, menurut data Bank Dunia terdapat 117 juta rakyat miskin dari total populasi 231 juta.
“Hari ini kita melawan kemiskinan sebagai juga musuh kaum perempuan,” tegas Marlo Sitompul, ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI).
Budaya patriarki meminggirkan dan memberikan landasan bagi penyingkiran perempuan dari tenaga produktif masyarakat beserta diskriminasi yang mengikutinya.
Selain KPPR, ada pula kelompok massa yang menamakan diri Gerakan Perempuan Melawan Ketimpangan. Mereka menyorot kebijakan diskriminatif yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang melarang penampilan LGBT di televisi. Massa memprotes kebijakan ini dengan mendatangi KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
“Saya mewakili perempuan tanpa vagina, yang sering disebut waria, yang suaranya sering kali tidak didengar, kecuali soal HIV…berhentilah mengawasi kami,” kata salah seorang orator dari atas mobil komando.
Saat hampir mencapai Jalan Medan Merdeka Utara di depan Istana Negara, massa KPPR dihadang oleh sepasukan polisi dan mobil meriam air. Saat ini, Kepolisian melarang massa unjuk rasa mendekati istana dan hanya mengizinkan massa berorasi di depan gerbang Monas yang berjarak 100 meter dari gerbang istana.
Kepolisian menggunakan pasal 9 UU No. 9 tahun 1998 tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang mengizinkan jarak 100 meter dari pagar istana.