Solidaritas.net, Poso – Dalam rangka merespon hari pahlawan yang jatuh setiap 10 November, dari Organisasi mahasiswa yaitu Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional-Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PEMBEBASAN-PPRI) dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Selatan (IKMAS) yang tergabung dalam Komite Persatuan Rakyat (KPR) menyatakan sikap untuk menolak PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurut KPR, PP tersebut sama sekali tidak berpihak pada buruh.
Halim selaku Kordinator KPR menjelaskan, PP 78 merupakan regulasi yang tidak berpihak kepada kaum buruh karena ada beberapa pasal dalam PP tersebut yang merugikan kaum buruh dan berpihak pada pengusaha. Ia mencontohkan, dalam pasal 44, kenaikan upah tiap tahun di hitung berdasarkan inflasi dan pendapatan domestik bruto. Menurutnya, hal ini jelas bertolak belakang dengan UU Ketenagakerjaan dimana kenaikan upah dihitung berdasarkan pada Komponen Hidup Layak (KHL). Selain itu, katanya lagi, dalam PP 78, KHL hanya dihitung selama lima tahun sekali bukan setiap tahun.
Oleh karena itu, Halim menuntut agar PP tersebut dicabut.
“PP ini akan menutup ruang keterlibatan serikat pekerja dalam penentuan upah dan lagi kenaikan upah tiap tahun lebih kecil, tidak ada sanksi pidana bagi perusahaan/pengusaha pelanggar upah, pemerintah hanya mementingkan pengusaha dengan alasan kestabilan ekonomi yang akhirnya buruh menjadi korban. Oleh karenanya PP 78 harus segera dicabut,” tegasnya.
Selain PP Pengupahan, KPR juga menyinggung soal pnolakannya terhadap bela Negara. Menurut mereka Bela Negara merupakan kebijakan yang militeristik dan justru berpotensi mengembalikan situasi sekarang seperti pada masa Orde Baru. Sebagaimana diketahui Orde Baru adalah rezim militer yang tak segan-segan bertindak kejam terhadap rakyat.
“Kami tak butuh bela Negara, yang kami butuhkan adalah bela rakyat sebab membela rakyat dari kekejaman rezim, dari korupsi dan dari pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bentuk konkrit dari bela Negara yang sesungguhnya, bukan menggunakan senjata dan sebagainya,” tutur Halim.