KPRI Jakarta: Kami Tidak Berkompromi dengan Pihak ‘Teroris’ Pengancam Demokrasi, Tolak dan Cabut Pergub 228/2015

0
cabut pergub anti demokrasi
Buruh menuntut pencabutan Pergub No. 228 tahun 2015. Foto: Ferdiansyah.

Solidaritas.net, Jakarta – Terkait Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang pengaturan lokasi demonstrasi. Ketua Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) DKI Jakarta, Rio Ayudhia Putra menegaskan, dirinya dan lembaga yang dipimpinnya tidak akan berkompromi sedikitpun dengan pihak ‘teroris’ pengancam demokrasi.

Berdasarkan hal itu, pihaknya bersama Persatuan Rakyat Jakarta (PRJ) yang terdiri dari banyak elemen masyarakat sipil pro demokrasi seperti buruh, mahasiswa, nelayan, petani, kaum miskin kota dan NGO/LSM melakukan aksi demonstrasi menolak Pergub tersebut, Senin (9/11/2015).

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku akan mempertimbangkan kembali penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka menyusul membludaknya aksi penolakan.

“Kita enggak mungkin mencabut Pergub, paling kalau dia mau, kita revisi, kita tunggu pendapat mereka yang menolak apa,” ujar Ahok dikutip dari liputan.co.id, Jumat (6/11/2015).

Mengenai Pergub ini, Ahok telah bertanya ke Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian. Tito menjelaskan unjuk rasa tak boleh di gelar di depan Istana Negara.

Sehingga Ahok menawarkan Balai Kota sebagai tempat negosiasi pihak pengunjuk rasa dengan aparatur negara yang berkepentingan. Lalu, Ia juga pendemo untuk ke Monas Selatan atau ke Patung Kuda (Jalan Medan Merdeka Barat).

Meski begitu, kata Ahok, kedudukan Pergub tentulah lebih rendah daripada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang dilahirkan para reformator Indonesia pada 1998. Ia menjelaskan, lewat Pergub tersebut, Ahok hanya berniat menertibkan demonstrasi, memediasi, tanpa membuat Jakarta menjadi macet, atau taman-tamannya menjadi rusak karena demonstrasi.

Diketahui dalam Pergub yang diterbitkannya pada 28 Oktober lalu, Ahok menentukan tiga lokasi yang diperkenankan untuk menyuarakan aspirasi lewat unjuk rasa, yakni Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR/MPR, dan silang selatan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat.

Padahal,  menurut UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum pasal 9 ayat (2), pengecualian di lingkungan istana kepresidenan adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar. Sementara pengecualian untuk instalasi militer meliputi radius 150 meter dari pagar luar, dan pengecualian untuk objek vital nasional meliputi radius 500 meter dari pagar luar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *