Kritik Buku "33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia", Saut Situmorang Dijadikan Tersangka Oleh Polres Jaktim

0
saut sitomoran
Saut Situmorang.

Solidaritas.net, Jakarta- Setelah pada 26 Maret 2015 yang lalu, sastrawan Indonesia, Saut Situmorang diperiksa sebagai saksi, kini ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jakarta Timur, Jumat(4/9/2015). Penetapannya sebagai tersangka adalah buntut dari kontroversi diterbitkannya buku “33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia” yang memasukkan nama pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, sebagai salah satu tokohnya.

Saut dan kawan-kawan termasuk Faruq Tripoli seorang Guru Besar Budaya UGM menganggap ada upaya manipulasi sejarah sastra Indonesia dengan menampilkan Denny JA sebagai penyandang dana buku tersebut.

Menanggapinya, Saut berkeinginan menggelar debat bersama Denny JA dan Pemred majalah sastra Horison, Djamal D Rahma. Namun, keinginannya tidak pernah terwujud, hingga akhirnya Saut berdebat dengan Fatin Hamama di media sosial, terutama di Facebook dan berakhir dengan pengaduan Fatin Hamama ke Polres Jakarta Timur.

Diketahui, penyair perempuan, Fatin Hamama terlibat dalam perdebatan dengan Saut Situmorang pada 2014 lalu. Fatin melaporkan Saut atas komentar ‘bajingan’ pada postingan Iwan Soekri di dinding grup Facebook ‘Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh’. Ia juga tidak terima disebut sebagai ‘makelar’ Denny JA. Pada 16 April 2014, Fatin juga melaporkan Iwan Soekri, juga atas tuduhan pencemaran nama baik di media sosial. Fatin keberatan disebut ‘penipu’ oleh Iwan di dinding grup Facebook ‘Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh’.

Saut disangka melakukan penghinaan terhadap lawan polemiknya Fatin Hamama dalam perkara terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh di Indonesia.

Munculnya nama Denny JA sebagai tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia memang menuai kotraversi sehingga sebagian sastrawan Indonesia, seperti Saut Situmorang membuat petisi penolakan terhadap hal itu.

Sastrawan kerakyatan menolak nama Denny JA masuk sebagai salah satu tokoh dari 33 tokoh sastra paling berpengaruh karena Denny JA dinilai lebih patut disebut sebagai politisi tukang survey yang prestasinya adalah memenangkan tiga presiden secara berturut-turut.

Bahkan Denny diduga melakukan manipulasi karya puisi-puisi essay-nya dengan membeli karya-karya penyair lain. Seperti penyair Ahmadun Yosi Herfanda yang mengaku pernah diminta membuat puisi essay oleh Denny dengan imbalan Rp.10 juta. Namun Ahmadun menolak dan mengembalikan uang tersebut.

Menurut kuasa hukum Saut, Asri Vidya Dewi, Saut dikenai UU ITE dengan pasal yang dipaksakan. Ia menduga UU tersebut dijadikan alat oleh penguasa untuk membungkam individu-idividu yang dianggap sebagai musuh.

“Perdebatan sastra harusnya dibalas dengan perdebatan sastra pula, bukan kemudian melibatkan polisi seolah-olah jadinya ada polisi sastra. Apalagi, perdebatan tentang buku “33 tokoh sastra paling berpengaruh di indonesia” sudah dibuka forumnya dalam seminar akademik di tiga kampus, namun, pihak Denny JA tidak pernah datang, tidak berani berdebat dalam mimbar akademik tersebut,” ujar Asri saat dihubungi Solidaritas.net, Sabtu(5/9/2015).

Pihak Denny JA justru menggunakan upaya kriminalisasi terhadap para pengkritiknya. Dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, harus dipahami konten dan konteksnya perdebatan mengenai masalah ini.

“Ini ibarat perang babad yang melibatkan dua kutub besar dunia sastra indonesia,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *