Kritik Terhadap Budaya Anti Demokrasi Dalam Tubuh Serikat Buruh

kredit foto www.facebook.com
kredit foto www.facebook.com

Solidaritas.net – Sabtu, 12 September 2015, media online blogspot Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, merilis tulisan yang berjudul “Fitnah Untuk Merusak Persatuan Kaum Buruh Indonesia” [1]. Tulisan ini mengkritik status facebook dari Danial Indrakusuma, yang diunggah pada hari Sabtu, 12 September 2015 pukul 3.01 dini hari [2].

Melalui akun facebook miliknya, Danial Indrakusuma, mengkritik salah satu pimpinan FSPMI yang bersatu bersama Setya Novanto dan Fadli Zon dari Koalisi Merah Putih (KMP). Momen yang terjadi pada saat kedua pimpinan DPR RI tersebut mengunjungi kontrakan buruh, yang populer disebut kontrakan 1000 pintu, di Kabupaten Bekasi[3].

Dalam kunjungan tersebut, Setya Novanto dan Fadli Zon, menjanjikan untuk memperbaiki nasib kaum buruh lewat perumahan layak, upah layak dan jaminan pensiun yang lebih baik. Namun selang beberapa waktu, tindakan yang dilakukan oleh Setya Novanto dan Fadli Zon, justru tidak berkaitan dengan janji yang telah disampaikan kepada kaum buruh dalam kunjungan ke kontrakan 1000 pintu.

Seperti ramai diberitakan oleh banyak media massa, Setya Novanto dan Fadli Zon, baru saja bertemu dengan Donald Trump dalam acara konferensi pers kampanyenya menjadi calon presiden Amerika Serikat[4]. Kunjungan yang mencerminkan dukungan terhadap kampanye Donald Trump ini menggunakan uang rakyat, sehingga menuai banyak protes dari berbagai kalangan[5] [6] [7].

Keduanya telah dilaporkan oleh beberapa politisi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)[8], bahkan ribuan masyarakat Indonesia telah mendukung dan menandatangani beberapa petisi, yang salah satunya menuntut agar keduanya dicopot dari jabatan di DPR RI[9].

Bagaimana mungkin janji memperbaiki nasib kaum buruh Indonesia diwujudkan dengan jalan memberikan dukungan terhadap kampanye Donald Trump di Amerika Serikat, yang disebut telah berinvestasi membangun hotel bintang 6?

Atas dasar inilah, Danial Indrakusuma, menyerukan agar kaum buruh membangun kemandirian dalam berjuang. Tidak lagi sekedar menggantungkan harapan-harapannya pada elit-elit buruh, yang dalam kasus di atas, bersatu dengan elit politik (KMP) yang justru tidak memperjuangkan kepentingan kaum buruh.

Donald Trump sendiri saat ini dikenal dan banyak dikecam oleh berbagai kalangan di Amerika Serikat akibat sikap rasisnya. Seperti pelecehan terhadap etnis Amerika Latin[10], pelecehan/penghinaan terhadap kaum perempuan[11], juga berkomentar yang menyudutkan umat Islam di Amerika Serikat[12].

Polemik sikap rasisme ini sendiri juga muncul dalam kampanye politik FSPMI, melalui slogan tuntutan “Tolak Pekerja Asing”, yang muncul setelah pemberitaan desas-desus, serbuan ribuan buruh asal Tiongkok ke Indonesia[13].

Rangkaian peristiwa di atas juga seakan mencerminkan kebijakan (sikap) politik yang sejalan di tingkat internal hingga internasional. Pimpinan FSPMI telah sejak tahun 2013 lalu sibuk menyingkirkan dan membersihkan internalnya dari orang-orang yang berbeda pendapat dengan pimpinan. Sebut saja, Danial Indrakusuma, Sherin, Surya Tjandra, Rieke, sampai Handoko Wibowo disingkirkan secara resmi dengan surat yang ditandatangani oleh Said Iqbal. Saat mereka dikritik, mereka dengan mudahnya menuduh para pengkritik mereka sebagai orang-orang sakit hati belaka. Mereka tidak memeriksa benar/tidaknya kritik-kritik itu dan mencari tahu sebab-sebab mengapa mobilisasi massa FSPMI terus menurun dan seruan mogok nasional hanya gertak sambal berkali-kali.

Kampanye keserikatan FSPMI/KSPI berkecenderungan rasis terhadap buruh etnis Tionghoa. Bukan kebetulan jika pimpinan FSPMI/KSPI mendukung elit politik Koalisi Merah Putih (KMP). Didikan menjadi rasis ini telah ditempa pada kampanye Pilpres 2014 lalu, di mana untuk memojokkan Jokowi, kelompok pendukung Prabowo Subianto menggunakan isu-isu rasisme bahwa Jokowi adalah keturunan China, PKI pula.

Jadi, jangan heran jika hari ini kita menemukan elit-elit politik KMP, Fadli Zon dan Setya Novanto memiliki kedekatan dengan Donald Trump, politikus rasis dari Amerika Serikat. Rasisme pula yang dipakai menyudutkan Barack Obama oleh lawan-lawan politiknya. Jika di Indonesia, isu China menjadi isu rasis yang laku, maka di Amerika Serikat sana, isu Islam yang laku. Obama dipojokkan sebagai orang kulit hitam, yang beragama Islam pula.

Lucunya, orang yang menghubungkan Setya Novanto dan Fadli Zon dengan Donald Trump adalah Hary Tanoesoedibjo, seorang pengusaha media sekaligus politisi beretnis Tionghoa. Kapitalis itu tak mengenal etnis, tapi mereka terus-menerus mencekokkan paham rasis kepada rakyat kelas pekerja agar berkelahi satu sama lain, sehingga penindasan kapitalis terhadap kelas pekerja menjadi samar-samar.

Bertolak belakang dengan tindakan politiknya, melalui tulisan di media online Blogspot tersebut, mereka mengakui pentingnya persatuan kaum buruh yang bersifat universal. Artinya persatuan kaum buruh tanpa memandang bangsa, suku, agama, ras dan lain sebagainya, sebab kaum buruh di seluruh dunia mengalami penindasan yang sama, tanpa dibedakan oleh hal-hal tersebut.

“Doktrin doktrin bagi pergerakan buruh sebenarnya bersifat universal, disana diajarkan peduli terhadap penderitaan kaum buruh secara umum, disana juga diajarkan pentingnya persatuan kelas buruh, dan disana juga diajarkan bagaimana saling menguatkan pergerakan buruh apapun identitasnya selama masih dalam jalur memperjuangkan kemaslahatan kaum buruh.”

Bagaimana mungkin membangun persatuan kaum buruh yang bersifat universal, sedang di saat yang sama, kampanye politiknya justru mencerminkan rasisme? Berikutnya, bagaimana mungkin memperjuangkan kemaslahatan kaum buruh melalui persatuan dengan kelompok politik (KMP), yang tindakannya justru tidak berhubungan sama sekali dengan kemaslahatan kaum buruh?

Jawaban atas kritik ini justru tuduhan bahwa Danial Indrakusuma sedang melontarkan fitnah yang ditujukan untuk merusak persatuan kaum buruh di Indonesia! Sebagaimana judul dan isi tulisan tersebut, dikutip seperti di bawah ini:

“contoh postingan beliau sangat tendensius dan menyerang persatuan kaum buruh, gambar yang dicuplik adalah gambar saat buka bersama FSPMI Bekasi bersama Ketua DPR RI dan Wakil Ketua DPR RI saat bulan Ramadhan yang lalu, tetapi diunggah setelah terjadi polemik tentang dukungan ketua dan wakil ketua DPR RI terhadap Calon Presiden Amerika Donald Trump. Tak lupa dibumbui kalimat-kalimat provokatif yang menggambarkan seakan akan pemimpin buruh bekasi adalah tokoh buruk yang bersekutu untuk memanfaatkan pergerakan buruh.”

Apakah sikap politik FSPMI merupakan pandangan politik seluruh kaum buruh Indonesia? Apakah FSPMI merupakan wadah persatuan seluruh kaum buruh Indonesia? Sebab judul dan isi tulisan ini sekaligus mengklaim bahwa kebijakan politik FSPMI, yang dikritik oleh Danial Indrakusuma, merupakan pandangan politik dari wadah persatuan kaum buruh Indonesia.

Tulisan ini sendiri tidak menjawab kritik Danial Indrakusuma secara ilmiah, dengan mengajukan alasan-alasan logis dari kebijakan politik FSPMI.

“Sungguh perbuatan yang berbanding terbalik dengan kuliah-kuliah yang beliau berikan dulu dan berbanding terbalik dengan usaha-usaha kaum buruh untuk berjuang baik di perburuhan maupun di ajang pilkada bekasi. Perbuatan yang tidak terpuji dan mencederai pergerakan kaum buruh.” [14]

Hingga baris terakhir, tulisan ini hanyalah sekedar menjawab kritik dengan tuduhan-tuduhan tanpa penjelasan yang logis. Tulisan yang menunjukkan budaya anti demokrasi dalam tubuh serikat buruh, menganggap bahwa kritik adalah biang perpecahan, tidak terpuji dan mencederai pergerakan kaum buruh. Sikap yang justru bertentangan dengan perjuangan kaum buruh yang membutuhkan ruang demokrasi.

Catatan kaki:
1. https://fspmi-batam.blogspot.co.id/2015/09/fitnah-untuk-merusak-persatuan-kaum.html
2. https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10153617921092342&set=a.10150699055412342.425437.539797341&type=1
3. https://www.youtube.com/watch?v=rraSsiItw5Y
4. https://www.youtube.com/watch?v=-H5WsUBqVJI&feature=share
5. http://video.metrotvnews.com/play/2015/09/06/428329/budiman-sudjatmiko-setnov-fadli-zon-rendahkan-martabat-bangsa
6. http://www.rmol.co/read/2015/09/07/216406/Aktivis-Malari:-Gusur-Setya-Novanto-dan-Fadli-Zon-
7. http://www.aktualita.co/kritik-lengkap-shamsi-ali-hingga-ancaman-somasi-fadli-zon/5120/
8. http://www.cnnindonesia.com/politik/20150907161256-32-77142/setya-novanto-fadli-zon-resmi-dilaporkan-ke-mahkamah-dewan/
9. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150908012947-20-77234/setya-novanto-fadli-zon-diberondong-tujuh-petisi-masyarakat/
10. http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150627150238-134-62764/bakal-capres-as-donald-trump-disebut-dungu-oleh-warga-meksiko/
11. http://internasional.metrotvnews.com/read/2015/08/09/155820/hina-perempuan-donald-trump-batal-diundang-ke-acara-republik
12. http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150906150202-134-76923/donald-trump-dan-komentarnya-soal-islam/
13. http://fspmi.or.id/aksi-serentak-buruh-di-20-provinsi-ini-3-faktor-dasarnya.html
14. Perlu diketahui, bahwa penulis yang menyatakan “…kuliah-kuliah yang beliau berikan dulu..” yakni Bung DJ dan Jon Exsan, tidak pernah mengikuti pendidikan ekonomi politik yang dibawakan oleh Danial Indrakusuma. Lantas dari mana mereka mampu berkesimpulan “kuliah-kuliah yang beliau berikan dulu” jika mereka sama sekali tidak pernah mengikutinya. Mereka sedang mengkhayal.

Tinggalkan Balasan