Lagi, Aparat Represi Petani Kulonprogo

0

Yogyakarta – Aparat keamanan
kembali melakukan intimidasi dan kekerasan kepada petani Kulonprogo,
Jumat (13/5/2016). Hal itu berkaitan dengan penolakan petani terhadap
pembangunan bandara baru di Kulonprogo.

Petani Kulonprogo (Foto: aktual.om)

Sebelumnya, hal serupa juga pernah dilakukan oleh aparat keamanan. Pada tanggal 17 Maret 2016, ribuan polisi secara tiba-tiba datang dan melakukan kekerasan terhadap petani
dalam perapatan patok IPL bandara di wilayah Sidorejo, Desa Glagah, Kecamatan
Temon, Kulonprogo.

Sejumlah petani yang menolak
pembangunan bandara lagi-lagi mendapat intimidasi dan kekerasan dari polisi.
Beberapa petani jadi korban.

Sekitar pukul 08.00 WIB, kurang lebih 1000-an personil polisi dan TNI
diturunkan. Bersama tim penilai properti, aparat menggeruduk Padukuhan Sidorejo.
Mereka hendak melakukan penilaian terhadap tanah pemakaman umum di padukuhan
setempat.

Proses penilaian tersebut ditentang oleh warga. Ratusan warga kemudian
berkumpul di dalam makam untuk berjaga-jaga sekaligus menutup rapat pintu makam
agar tidak dimasuki tim penilai dan aparat. Tidak berselang lama, setelah
diadakan perundingan, akhirnya ada keputusan bahwa hanya tim penilai properti saja
yang diperbolehkan masuk bersama pewaris makam dan aparat seperlunya.

Sesudah pintu terbuka, ratusan aparat justru ikut merangsek masuk ke dalam
makam. Kemudian sabuk pengamanan berwarna kuning dibentangkan dan petani-petani
yang mengepung makam dibubarkan. Mereka dianggap tidak berkepentingan, suasana ricuh. Warga kocar-kacir, sejumlah
petani terpojok, ada yang kena jotos dan ditendang polisi. Juga mengalami intimidasi
secara psikis.

Bagi warga, tanah makam sama pentingnya dengan tanah berstatus hak milik
karena merupakan tanah hasil iuran warga. Sejak lama pula tanah itu
dipertahankan supaya tidak diusik-usik untuk pembangunan bandara.

“Namun tampaknya pemerintah tidak mau tahu. Alih-alih didengarkan, yang
terjadi malahan intimidasi dan kekerasan terus-menerus dilayangkan,” tulis
perwakilan LBH Yogyaakarta, Yogi Zul Fadhli dalam siaran persnya,
Jumat (13/5/2016).

LBH Yogyakarta mengecam tindakan aparat keamanan. Tindakan tersebut dinilai dapat
menimbulkan ketidakamanan dan ketidaknyamanan hidup bagi warga di Kecamatan
Temon.

Dalam hal ini, polisi mengesampingkan keberadaan Pasal 9 ayat 2
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mana
disebutkan setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera
lahir dan batin.

Juga Pasal 10 huruf a Perkap Polri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi
Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyeleggaraan Tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dengan tegas menyatakan bahwasanya dalam
melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi
ketentuan berperilaku (code of conduct) yaitu menghormati dan melindungi
martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya.

“Bahkan makin ditegaskan pada Pasal 11 ayat 1 huruf d, setiap petugas/anggota
Polri dilarang melakukan penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang
merendahkan martabat manusia,” jelas Yogi.

Tragedi di Padukuhan Sidorejo, Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo,
semakin menunjukkan bahwasanya proyek pembangunan bandara Kulonprogo adalah
proyek ambisius yang dipaksakan dengan mengorbankan kehidupan dan ruang hidup
ratusan petani. Sudah menyalahi aturan hukum, proyek ini juga abai terhadap perlindungan
harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, pembangunan bandara baru di
Kulonprogo harus ditolak dan dibatalkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *