Lebih 50 Persen Kinerja Kejaksaan Terindikasi Lakukan Penyimpangan

lbh jakarta pantau kejaksaan
Koalisi Pemantau Jaksa di LBH Jakarta, Minggu (26/7/2015), merilis 50,8 persen penanganan kasus di kejaksaan sepanjang November 2013 sampai Desember 2014 menyimpang. (foto: Tribunnews.com/Amriyono Prakoso)

Solidaritas.net, Jakarta – Banyak kaum buruh dan masyarakat miskin yang harus menghadapi proses hukum yang dijalankan dengan cara menyimpang oleh para oknum jaksa di pengadilan. Makanya, tak heran jika tidak sedikit pula dari mereka yang tak bersalah akhirnya terpaksa harus menjalani hukuman atas perbuatan yang sama sekali tidak pernah dilakukannya. Selain itu, banyak juga para buruh yang memperjuangkan haknya kalah dari pengusaha.

Ternyata, memang cukup banyak oknum jaksa yang terindikasi melakukan penyimpangan dalam menangani suatu perkara. Fakta ini terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Koalisi Pemantau Jaksa (KPJ) sepanjang bulan November 2013 hingga Desember 2014 lalu. Menurut tim tersebut, lebih dari 50 persen kasus di kejaksaan yang terindikasi adanya penyimpangan dalam penanganannya, seperti integritas jaksa dalam menangani perkara.

“Ada 50,8 persen kasus yang dipantau masih ditemukan jaksa melakukan pelanggaran, baik secara etik atau pelaksanaan hukum acara pidana. Ini dari 392 pemantauan kita di persidangan, terdapat 199 pemantauan yang ditemukan adanya penyimpangan,” ungkap Dio Ashar Wicaksana, peneliti Mappi Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang terlibat dalam penelitian itu, seperti dikutip dari situs BantuanHukum.or.id, Selasa (28/07/2015).

Hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam sebuah acara diskusi bertajuk ‘Kado Ulang Tahun Kejaksaan: Catatan Kinerja Kejaksaan oleh Koalisi Pemantauan Jaksa’ di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (26/07/2015). Acara itu sendiri digelar dalam rangka memperingati ulang tahun Kejaksaan yang ke-55 pada tanggal 22 Juli 2015 lalu. Dijelaskan Dio, penelitian itu dilakukan di setiap pengadilan negeri di wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Makassar selama lebih setahun.

Menurut hasil penelitian KPJ itu, pelanggaran terbanyak yang ditemukan adalah jaksa tidak memberikan bantuan hukum. Sedang pelanggaran kedua terbanyak adalah jaksa penuntut umum (JPU) tidak memberikan akses dokumen perkara kepada terdakwa atau penasihat hukum sebelum persidangan. Padahal, soal bantuan hukum yang diberikan oleh kejaksaan terhadap tersangka seharusnya menjadi koreksi bagi pihak kejaksaan, agar dilaksanakan.

Baca juga: LBH Jakarta: Pencari Keadilan Terbanyak 2014 Adalah Buruh

“Ada 44 pelanggaran dari 95 kasus. Padahal dalam pasal 143 ayat 4 KUHAP mewajibkan JPU memberikan berkas surat dakwaan kepada terdakwa atau penasihat hukum sebelum persidangan dimulai,” tambah Dio memberikan penjelasan dalam acara diskusi tersebut.

Sementara itu, Pengacara LBH Jakarta Ichsan Zikrie menambahkan selama setahun terakhir melakukan pendampingan, ditemukan fakta bahwa banyak tersangka yang tidak diberi kemudahan akses mendapatkan perlindungan hukum oleh kejaksaan. Pasalnya, dengan melihat 42 kasus yang ditangani, hanya 20 kasus yang didampingi pengacara dari awal pemeriksaan. Selebihnya, mereka hanya mendampingi saat penuntutan dan persidangan.

“Kejaksaan ini sepertinya lupa jika tersangka yang tidak mampu, bisa direkomendasikan oleh kejaksaan untuk mendapatkan bantuan hukum. Kami tidak tahu jika tidak ada yang meminta,” pungkas Ichsan pula memberikan komentar soal kinerja kejaksaan selama ini.

Tinggalkan Balasan