Yogyakarta – Aksi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Yogyakarta yang rencananya digelar pada Jumat (15/7/2016) batal dilaksanakan karena asrama mahasiswa Papua yang berlokasi di Kamasan I, Yogyakarta, dikepung oleh ratusan polisi dan milisi bersenjata tajam.
Pasukan polisi berjaga di depan asrama Papua, Kamasan 1, Yogyakarta. Foto: Roy / AMP. |
Massa milisi dari Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia, Pemuda Pancasila, Paksi Katon, dan Laskar Jogja ini memasang sejumlah spanduk di pasang di depan asrama yang bertuliskan “NKRI Harga Mati”, “Warga Jogja Tolak OPM” dan “Separatis Keluar dari Jogja”. Kata-kata rasis terlontar yang mengarah kepada mahasiswa Papua, “monyet”, “anjing”, “babi”.
Polisi tidak mengizinkan orang keluar-masuk asrama sama sekali. Tujuh mahasiswa yang berniat masuk asrama dengan membawa ubi dari pasar, ditangkap polisi. Sekitar 150 mahasiswa dikurung dari jam 7 pagi hingga pukul 7 malam dan dibiarkan kelaparan.
“Sekedar keluar untuk mencari makan dan minum saja tidak diperbolehkan,” kata Roy Kareba, aktivis AMP Yogyakarta.
Pada sore hari, warga dan mahasiswa dari sejumlah organisasi menggalang sumbangan logistik untuk mahasiswa yang berada di dalam asrama. Pada pukul 17.30 waktu setempat, mobil Palang Merah Indonesia (PMI) datang untuk memasok logistik, namun mereka dihalangi oleh Kepolisian. Polisi tak kunjung meninggalkan asrama meskipun jam telah menunjukan pukul 7 malam. Gas air mata ditembakan tiga kali ke arah asrama pada jam 19.30 setelah mahasiswa memprotes umpatan polisi yang menyebut mahasiswa Papua yang sedang membersihkan sampah sebagai “mengganggu pemandangan”. Menjelang tengah malam, barulah logistik dapat masuk ke dalam asrama.
Mahasiswa Papua hendak melaksanakan aksi dengan tema “Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa Papua”dalam peringatan 47 tahun pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera yang jatuh pada 14 Juli 2016.