(Nikolaus Wakei*)
Jumat (01/05/2015), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite Semarang dan Salatiga menggelar aksi damai dalam rangka Hari Aneksasi bagi Bangsa Papua.

Tanggal 1 Mei 1963 merupakan awal kependudukan Indonesia di Tanah Papua. Aksi damai yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) berawal ketika Papua dianeksasi oleh Suharto dan jajarannya ke dalam NKRI melalui Penentuan Pendapatan Rakyat (PEPERA) digelar pada tahun 1969. Proses pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera 1969) di Papua sebagai akar persoalan yang hingga saat ini menimbulkan gejolak politik yang tidak pernah pudar di Papua.
Dengan melihat berbagai persoalan yang terjadi di bumi Cendrawasih, AMP komite Semarang dan Salatiga menggelar aksi damai dengan tujuan menyampaikan berbagai persoalan yang terjadi di bumi Cenderawasih kepada pemerintah Jokowi-JK, TNI/PORLI dan warga kota Semarang. Aksi damai tersebut di pimpin oleh Koordinator Umum Yanuarius Adii dan beberapa senior yang berdomisili di kota Semarang dan Salatiga. Aksi damai ini dapat dihadiri berbagai mahasiswa Papua Semarang dan Salatiga dengan jumlah masa aksinya 30an mahasiswa Papua. Aksi ini, dimulai dari depan Kampus II Universitas Diponegoro Semarang kemudian menuju Bundaran Simpan Lima sambil orasi hingga titik akhir di depan Kampus Dua Universitas Diponegoro Semarang. Dalam aksi tersebut yang menjadi juru bicara adalah Bernardo Boma yang saat ini sedang menimba ilmu di Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Semarang.
Di sela-sela aksi yang sedang berlangsung, Yanuarius mengajak terhadap seluruh AMP Semarang dan Salatiga yang ikut berpartisipasi dalam aksi damai dan Hari Aneksasi Bangsa Papua ini. Bahwa kita jangan terlena dan berdiam diri dengan masalah-masalah yang terjadi di Papua tetapi kita harus bangkit dan lawan terhadap kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme yang diterapkan diatas Bumi Cenderawasih dan juga kita harus menjadi anti militerisme. Jalan satu-satunya untuk mensejahterakan dan mendamaikan rakyat Papua yakni menentukan nasib sendiri merupakan solusi demokrasi bagi rakyat Papua. Dengan demikian melalui berbagai penyuaraan yang selalu dilaksanakan di seluruh Indonesia dapat membuahkan hasil yang memuaskan dan bangsa Melanesia atau bangsa Papua dapat mementukan masip sendiri di atas tanah leluhurnya.
Aksi damai ini berakhir di depan kampus dua Universitas Diponegoro (UNDIP). Setibanya di titik akhir aksi, orator dapat berorasi tentang segala pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Cenderawasih. Salah satunya adalah peristiwa ironis yang terjadi di Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 lalu yang telah menewaskan empat siswa SMAN 1 Paniai dan beberapa di antaranya luka-luka. Tapi, hingga saat ini masalah tersebut belum diselesaikan.
Yohanes Waine dalam orasinya menyampaikan terhadap pemerintahan JOKOWI-JK dan jajarannya bahwa NKRI harus menyadari bahwa dalam pembukaan UUD 1945 berbunyi: “kemerdekaan adalah hak segala bangsa oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”.
Dengan penyampaian UUD 1945 pada alinea pertama ini agar harapannya mereka mengadari bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan tidak dibatasi oleh pihak siapa pun. Maka itu, pemerintah NKRI stop berbagai penangkapan, pembunuhan, pemerkosaan dan berbagai intimidasi terhadap aktivis Papua Merdeka. Dan juga Pemerintah NKRI segera membuka ruang bagi jurnalis asing di Papua. Kami Aliansi Mahasiswa Papua dan pergerakan yang lain sangat mendukung penuh dengan langkah-langkah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh di MSG serta membuka ruang demokrasi diseluruh Bumi Cenderawasih.
Setelah semua orasinya berakhir, Yanuarius Adii sebangai Koordinator aksi damai dan Hari Aneksasi bagi bangsa Papua dapat membacakan pernyataan sikap sebagai tuntutan AMP terhadap NKRI. Poin-poin pernyataan sikapnya sebagai berikut:
- Bubarkan Kodam, Kodim, Korem, Babinsa; Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari seluruh Tanah Papua.
- Hentikan Eksploitasi dan Tutup seluruh perusahaan milik Kaum Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco dll.
- Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua sebagai solusi Demokratis.
***
* Penulis adalah Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang