Solidaritas.net – Hari Buruh Sedunia, atau biasa disebut May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei dimaknai oleh para buruh dengan banyak cara. Namun, May Day memang selalu identik dengan aksi turun ke jalan, termasuk para buruh di Indonesia. Selam ini, May Day memang menjadi momentum perjuangan bagi kaum buruh untuk menyampaikan aspirasi mereka dalam memperjuangkan kondisi pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak.
Seperti diungkapkan Atang, anggota Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (FSP LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), hasil perjuangan buruh itu sendiri bisa dilihat dari keputusan pemerintah menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional. Ke depannya, dia berharap buruh juga bisa memperjuangkan isu-isu lainnya, selain soal upah.
“Gerakan buruh secara masif berhasil 1 Mei menjadi libur nasional. Mungkin untuk ke depan tuntutan buruh tidak berkutat terhadap isu-isu tentang upah saja, melainkan isu mengurangi jam kerja dari 8 jam kerja menjadi 6 jam kerja, karena waktu buruh terbuang banyak di tempat ia bekerja dan di jalan, dan waktu kumpul dengan keluarganya sangat kecil, bahkan untuk belajar saja sulit,” ujar Atang berpendapat kepada Solidaritas.net, Selasa (28/4/2015).
Lain pula Tholib, Wakil Ketua Bidang Dakwah DPC Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Kabupaten Karawang. Menurutnya, peringatan May Day juga bisa diisi dengan hal-hal yang positif, sehingga bisa bermanfaat bagi para buruh sendiri. PPMI Karawang sendiri menggelar acara olahraga, bakti sosial dan tabligh akbar pada peringatan May Day 2015 ini.
“Seharusnya momen tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang positif dan mendidik para kaum buruh untuk meningkatkan dedikasi, pengetahuan, karena sampai saat ini kaum buruh belum memahami eksistensi dirinya. Sehingga sampai detik ini kaum buruh hanya sebagai budak suruhan para kaum kapitalis, tidak ubahnya seperti robot yang bernyawa, sementara haknya belum terpenuhi,” ungkap buruh di PT Supravisi Rama Optik itu pula.
Sama seperti rekan-rekannya yang lain, Ketua Pimpinan Basis Federasi Serikat Pergerakan Buruh Indonesia (PB F-SPBI) PT Budi Texindo Prakarsa, Yasin juga memaknai May Day sebagai momentum kebangkitan buruh dalam memperjuangkan haknya dari pengusaha.
“Menurut saya, makna May Day adalah sebuah momen untuk mengingat dan menjadi sebuah kebangkitan buruh dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja,” katanya.
Tak salah jika menyebut May Day adalah hari perjuangan kaum buruh, yang bisa dimaknai dalam beragam cara, baik dengan aksi turun ke jalan, maupun dalam bentuk kegiatan lainnya. Harapannya, tentu saja semua cara tersebut bermuara pada hal-hal yang posifit.
“Yang pasti, buruh akan terus dan terus berjuang untuk hajat hidup sebagai manusia,” pungkas Adi Nugraha, pengurus Divisi Diklat Dirjen Pertahanan dan Keamanan FSPS pula.