May Day, KPRI Galang Dan Mobilisasi Gerakan Rakyat

Aksi May Day PPRI 2016. Foto: KPRI

Jakarta – Konfederasi
Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) dalam surat pernyataan sikap Nomor:
05/PS-KPRI/IV/2016 menyatakan akan menggalang dan memobilisasi seluruh struktur
KPRI wilayah dan anggota KPRI untuk memperingati Hari Buruh Internasional.

KPRI menyatakan sikap:

  1. Galang, mobilisasi dan mendukung seluruh kekuatan aksi
    gerakan rakyat untuk memperingati Hari Buruh Internasional.Mengecam segala bentuk kriminalisasi kepada gerakan
    rakyat.
  2.  Konsolidasikan seluruh gerakan rakyat multi sektor
    untuk mengusung agenda Mei Bulan Perlawanan Rakyat.
  3. Bangun persatuan kekuatan gerakan rakyat Multi sektor
    untuk melawan rezim infrastruktur yang menggusur, merampas tanah rakyat dan
    mereklamasi pantai untuk kepentingan para pemilik modal.
  4. Bangun kekuatan politik persatuan gerakan rakyat multi
    sektor untuk mewujudkan daulat rakyat dan melawan kekuatan Kapitalisme-Neoliberalisme.
  5. Bangun persatuan dan solidaritas seluruh elemen rakyat
    untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kesejahteraan bagi rakyat
    Indonesia.
Menurut KPRI, sampai hari ini kondisi perburuhan
di Indonesia masih memprihatinkan. PPRI mencatat, rata-rata kenaikan Upah
Minimum Provinsi (UMP) di tahun 2016 di berbagai provinsi sekitar 11,5 persen.
Angka itu lebih rendah jika dibandingkan persentase rata-rata kenaikan UMP
tahun 2015 yang mencapai 12,77 persen. Itu karena beberapa provinsi telah
menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Di sektor agraria, sepanjang
2015, Konsorsium Pembaharuan Agraria mencatat ada 252 kejadian konflik agraria
di Indonesia, dengan luasan wilayah konflik mencapai 400.430 hektar dan
melibatkan sedikitnya 108.714 kepala keluarga (KK). Konflik agraria yang paling
banyak terjadi berada di sektor perkebunan yang mencapai 50 persen dari seluruh
konflik yang terjadi di tahun 2015.
Sementara konflik di
sektor pembangunan infrastruktur menempati posisi kedua sebanyak 70 konflik (28
persen), lalu sektor kehutanan 24 konflik (9,60 persen), sektor pertambangan 14
konflik (5,2 persen), serta di sektor pertanian dan sektor pesisir/kelautan
yang masing-masing sebanyak 4 konflik (2 persen). Konflik-konflik tersebut
didahului dengan perampasan lahan yang dilakukan oleh korporasi dan dibantu
oleh aparat keamanan dan pemerintah setempat.
Di sektor perkebunan,
khususnya perkebunan sawit, berdasarkan data dari Perkumpulan Transformasi
untuk Keadilan (TUK) Indonesia, telah menghabiskan lahan seluas 10 juta hektar.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit begitu pesat, dalam 5 tahun terakhir luas
lahan bertumbuh 35 persen atau hampir seluas Pulau Bali.
Sementara separuh lahan
sawit di Indonesia (5,1 juta hektar) atau setara dengan luas setengah Pulau
Jawa dikuasai oleh 25 perusahaan besar. Lima perusahaan di antaranya adalah
Grup Sinar Mas yang menguasai 788.907 ha dan mengeruk pendapatan US$ 6,5
miliar, Grup Salim menguasai 413.138 ha pendapatannya US$ 1,2 miliar, Grup
Jardine Matheson mengeruk pendapatan US$ 1,2 miliar dari lahan seluas 363.227
ha, Grup Wilmar mendapatkan US$ 44 miliar dari 342.850 ha dan Grup Surya Dumai
(First Resources) memiliki lahan 304.468 ha dengan pendapatan US$ 0,6 miliar.
Sementara 2,8 ha
dikuasai 20 perusahaan besar lainnya dan lahan seluas 4,9 juta ha sisanya
dikuasai 592 perusahaan kecil. Penguasaan lahan oleh perusahaan-perusahaan ini
sudah sangat jelas menggusur lahan-lahan perkebunan dan pertanian milik rakyat
pekerja lainnya.

“Dari gambaran di atas terlihat
bahwa ketimpangan terjadi akibat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah mendahulukan kepentingan para pemilik modal dibandingkan kepentingan
rakyat pekerja,” demikian tulis Chabibullah Anwar Ma’ruf dalam pernyataan
sikapnya

Sehinga, KPRI tidak
hanya menggalang dan memobilisasi gerakan rakyat Multi sektor untuk
memperingati Hari Buruh Internasional, tetapi juga mengusung Mei sebagai Bulan
Perlawanan Rakyat dan menjadi salah satu agenda perjuangan KPRI.

Tinggalkan Balasan