Solidaritas.net, Jakarta – Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta kembali memeriksa perkara perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) antara seorang buruh dengan majikannya, yaitu antara Kusrini dengan Management Clinic dan Salon La Rose yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan. Kusrini adalah seorang akupuntur di Management Clinic dan Salon La Rose yang telah bekerja selama 2 tahun. Ia mendapat upah 1 juta rupiah per bulan pada tahun pertama dan 2 juta rupiah pada tahun kedua dengan komisi 238 ribu rupiah per bulan.
Perselisihan dimulai ketika pada tahun kedua, secara tiba-tiba, Management Clinic dan Salon La Rose memberhentikan Kusrini dari pekerjaannya. Alasan PHK tersebut adalah perusahaan mengalami kerugian selama 2 tahun berturut-turut sehingga tidak mampu lagi menggaji karyawan, termasuk Kusrini. PHK tersebut dilakukan tanpa pemberian pesangon sepeser pun, padahal perusahaan masih berhutang THR selama 2 tahun berturut-turut pada Kusrini. Atas PHK tersebut, Kusrini menolaknya karena ia telah bekerja selama 2 tahun, sehingga merasa memiliki hak pesangon yang seharusnya diberikan menurut UU Ketenagakerjaan. Kemudian perusahaan pun menawarkan bagi hasil kepada Kusrini, namun Kusrini menolak tawaran pihak perusahaan tersebut.
Atas perselisihan tersebut, Kusrini meminta Disnakertrans Jakarta Selatan untuk menengahi perselisihan yang terjadi. Kusrini meminta Management Clinic dan Salon La Rose untuk membayar sejumlah uang pesangon kepadanya sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Disnakertrans Jakarta Selatan melalui Surat Anjuran Nomor : 3101/1.653.3 tertanggal 2 September 2012, menganjurkan hal yang sama dengan tuntutan Kusrini. Management Clinic dan Salon La Rose pun berjanji akan memenuhi kewajibannya sesuai tuntutan Kusrini dalam waktu 2 minggu. Namun setelah 2 minggu waktu berlalu, tak ada iktikad baik dari Management Clinic dan Salon La Rose untuk membayar kewajiban atas uang pesangon tersebut.
Sehingga Kusrini menggugat perkara ini ke hadapan PHI Jakarta dengan pokok gugatan meminta kepada Majelis Hakim PHI Jakarta untuk menghukum Management Clinic dan Salon La Rose membayar seluruh hak yang seharusnya diterima oleh Kusrini. Berdasarkan ketentuan pasal 156 ayat (1), (2), (3) dan (4), pasal 164 ayat (3) pada UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Majelis Hakim PHI Jakarta memutuskan untuk menerima gugatan Kusrini dan menghukum Management Clinic dan Salon La Rose membayar uang pesangon dan hak lainnya sebesar 28 juta rupiah. Majelis Hakim PHI Jakarta berpendapat bahwa dalam hal terjadi efisiensi perusahaan yang diakibatkan kerugian perusahaan, maka pengusaha diperbolehkan melakukan PHK dengan syarat semua hak-hak buruh harus terpenuhi, termasuk uang pesangon dan hak lain yang belum dibayar.
Meski telah sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh Kusrini, akan tetapi putusan Majelis Hakim PHI Jakarta tersebut mengabaikan Surat Edaran Menakertrans nomor SE.907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 yang mengatur tahapan-tahapan efisiensi yang harus dilakukan oleh pengusaha sebelum mem-PHK buruh, seperti mengurangi upah dan fasilitas manajer atau direktur, mengurangi shift, membatasi/menghapuskan lembur, mengurangi hari dan jam kerja, dan lain-lain.
Bahkan putusan Majelis Hakim PHI Jakarta tersebut bertentangan dengan putusan Mahakamah Konstitusi nomor 19/PUU-IX/2011 mengenai uji materi UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 164 ayat (3). Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa PHK dengan alasan efisiensi diperbolehkan sepanjang perusahaan tutup secara permanen atau perusahaan tidak tutup untuk sementara waktu dan PHK yang bertentangan dengan putusan ini juga dinyatakan melanggar UUD 1945 pasal 28D ayat (2).
Editor: Andri Yunarko